Sumber :
VIVAnews
- Tim Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta sudah melakukan pendakian ke Gunung Merapi untuk memasang alat tambahan berupa multiparameter. Dengan pemasangan alat pemantau di pos Pasar Bubrah yang berjarak 1 kilometer dari puncak Merapi, diharapkan dapat menangkap gejala-gejala awal letusan.
Akibat erupsi freatik (gas) pada Gunung Merapi yang terjadi pada Senin, 18 November 2013, terjadi retakan sepanjang 230 meter dengan lebar 50 meter di kubah lava Gunung Merapi.
"Sebelumnya juga sudah terpasang alat yang serupa dan hanya menambah alat monitoring saja," katanya.
Ditambahkan Sri Sumarti, Gunung Merapi adalah gunung paling aktif di Indonesia bahkan dunia, karena itu dibutuhkan alat monitoring yang lebih komplet. Alat yang terpasang juga terus dikembangkan untuk memaksimalkan hasil monitoring aktivitas Gunung Merapi.
"Alat dan jenisnya sama. Hanya menambah alat monitoring agar semakin bagus," katanya.
Sementara terkait retakan yang terjadi di puncak Merapi, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, masih melakukan analisis secara mendalam. Diketahui bahwa retakan di pucak Gunung Merapi ini mengarah ke utara dan selatan.
Sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan karena erupsi 2010, wilayah KRB III atau sektor selatan harus dikosongkan dari penduduk. Meski tidak semua wilayah KRB III, dalam kebijakan tata ruang wilayah dan kebijakan badan geologi, wilayah itu memang harus dikosongkan. (adi)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Ditambahkan Sri Sumarti, Gunung Merapi adalah gunung paling aktif di Indonesia bahkan dunia, karena itu dibutuhkan alat monitoring yang lebih komplet. Alat yang terpasang juga terus dikembangkan untuk memaksimalkan hasil monitoring aktivitas Gunung Merapi.