Sumber :
- ANTARA/Rosa Panggabean
VIVAnews
- Kementerian Luar Negeri RI mencatat angka kasus eksploitasi terhadap Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia di luar negeri masih tinggi. Hal itu karena belum adanya payung hukum kuat yang menjamin hak kerja ABK asal Indonesia di kapal-kapal asing luar negeri.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Tatang Budie Utama Razak, mengatakan, banyak indikator yang menyatakan adanya eksploitasi ABK Indonesia di luar negeri. Salah satunya tidak terjaminnya gaji yang layak kepada ABK.
"Gaji banyak yang tidak layak, yakni Rp50-100 dolar saja. Bahkan, banyak yang tidak dibayar," kata dia di sela Rakor Kemenlu di Semarang, Rabu 27 Agustus 2014.
Selain masalah gaji, banyak ABK asal Indonesia yang mengalami penelantaran, jam kerja yang panjang, hingga tak dijamin keselamatannya di kapal asing. Bahkan, angka kasus ABK lebih tinggi dibandingkan kasus PRT/TKI di luar negeri.
"Mereka bekerja di luar batas jam kerja, aspek keselamatan jiwa tidak diperhatikan, bahkan kian mengarah pada jenis-jenis eksploitasi yang termuat dalam UU Tindak Pidana perdagangan orang," ungkap dia.
Baca Juga :
Viral Isak Tangis Bocah Pecah Melihat Kepergian Ibunya yang Tewas Dibacok Ayahnya: Kenapa Bukan Aku?
Terhadap tren kasus tersebut, imbuh dia, didominasi masalah eksploitasi terhadap ABK di tempat kerjanya. Hal itu disebabkan belum ada payung hukum kuat yang bisa menjamin ABK Indonesia di luar negeri.
"Maka perlu adanya instansi yang punya kewenangan izin dan kewenangan hukum," beber dia.
Sehingga, lanjut dia, pihak Kemenlu bersama antar kementerian atau lembaga melakukan rakor tentang mekanisme penempatan dan perlindungan ABK di kapal penangkap ikan asing di luar negeri.
"Kita akan bahas persoalan dan solusi mulai proses rekrutmen ABK, pelatihan dan permasalahan agar bisa ditangani. Agar ABK kita di luar negeri bisa terlindungi, " tutur dia. (one)
Halaman Selanjutnya
Terhadap tren kasus tersebut, imbuh dia, didominasi masalah eksploitasi terhadap ABK di tempat kerjanya. Hal itu disebabkan belum ada payung hukum kuat yang bisa menjamin ABK Indonesia di luar negeri.