Kiat Ekstrem Ahli DNA Usir Stres saat Periksa Jasad AirAsia

Kiat Ekstrem Ahli DNA Ini Usir Stres saat Periksa Jasad AirAsia
Sumber :
  • Mohammad Zumrotul Abidin/Surabaya

VIVAnews – Ratusan dokter ahli dilibatkan dalam Tim Disaster Victim Identification (DVI). Bagi mereka, tugas identifikasi jenazah korban AirAsia QZ8501 adalah yang utama. Salah satu metode yang tidak boleh terlewati dalam identifikasi janazah AirAsia adalah metode primer yakni, penggalian data sidik jari, sidik gigi dan data deoxyribose-nucleic acid (DNA).

Orang yang hari-hari ini paling sibuk mengumpulkan data untuk melengkapi postmortem agar data primer kuat dan jenazah bisa dikenali adalah Komisaris Besar Polisi Putut T. Widodo, Kepala Laboratorium DNA Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri).

Bagi Putut, tega dan tidak tega akan dikalahkan dengan tanggung jawab. Sebab itu semua demi identifikasi yang bisa dibuktikan secara ilmiah dan dipertanggungjawabkan secara hukum. Untuk menghilangkan stres atau depresi, dia punya tiga cara untuk mengatasinya: minum kopi dan mengobrol atau bercanda dengan anggota tim.

“Ngopi sampai bosen. Orang-orang DVI itu semakin ke sini semakin stres (depresi). Maka harus guyon (bercanda),” kata Putut kepada VIVAnews ditemui di kantin Markas Polda Jawa Timur, Sabtu, 10 Januari 2015.

Ada satu lagi caranya yang terdengar ekstrem bagi kebanyakan orang, yaitu mengobrol dengan mayat. “Kadang-kadang, mayatnya ditanyain namamu siapa, boleh kenalan tidak. Begitu-begitu bisa sedikit menghilangkan jenuh dan stres.”

Sarjana Biologi UGM

Putut adalah orang lama yang membidangi laboratorium DNA. Mulai laboratorium DNA Mabes Polri berdiri, dia sudah menjadi kepalanya. Pengalamannya tak diragukan lagi. Mulai identifikasi korban pesawat Sukhoi Superjet, MH17, Kapal Oryong, dan longsor di Banjarnegara.

“Bikin lab DNA itu mahal. Makanya, sementara ini soal DNA ditangani di pusat Jakarta. Sejak berdiri lab DNA, saya kepalanya,” tutur sarjana Biologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, tahun 1981 itu.

Dia menjelaskan, perbedaan antara tiga kasus korban kecelakaan yang pernah dia tangani, jenazah AirAsia adalah yang paling sulit. Sebab, “Korban MH17 mudah karena relatif masih utuh tubuhnya. Korban Shukoi Superjet lebih sulit karena selain tercerai-berai juga terbakar. Kalau AirAsia lebih sulit dari keduanya karena terkena air laut,” katanya.

Jenazah AirAsia relatif utuh tapi cepat mengalami kebusukan karena terlalu lama kena air laut. Kalau di laut itu tulangnya mudah rapuh. Dia juga menjelaskan bahwa jenazah yang dalam kondisi terkubur tanah sampai ratusan tahun pun masih bisa diidentifikasi DNA-nya.

Dia mengatakan, dalam prosedur DVI sebenarnya semua korban AirAsia harus diautopsi. “Namun, karena kasusnya jelas list passenger (daftar penumpang) dan jumlah korbannya jelas, maka dituntut dilakukan cepat dan cermat untuk identifikasi,” ujar pria kelahiran Tulungagung, 22 Agustus 1962, ini.

Menurutnya, untuk satu satu sampel DNA, biaya yang dihabiskan mencapai Rp4,6 juta. Sementara, untuk keperluan identifikasi korban AirAsia, Tim DVI membutuhkan tiga kali lipat sampel DNA. Satu dari jenazah, dua dari keluarga korban.

“Tinggal mengalikan saja, Rp4,6 juta kali tiga dan kali 162 jumlah korban. Kurang lebih sampai Rp2,2 miliar,” katanya.


Baca berita lain:


Airbus Juga Bersalah pada Jatuhnya AirAsia QZ8501


Terungkap Misteri Jatuhnya AirAsia QZ8501
Badan Pesawat AirAsia Tiba di Jakarta

Setahun Tragedi AirAsia QZ8501 Diperingati di Surabaya

CEO AirAsia Group Tony Fernandes diinformasikan menghadiri acara ini.

img_title
VIVA.co.id
28 Desember 2015