- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews - Keputusan Komisi Hukum DPR menerima Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri pengganti Jenderal Sutarman, mendapat reaksi keras dari Fraksi Partai Demokrat.
Keputusan itu bahkan dituding akan mencoreng wibawa negara karena telah memilih petinggi negara yang statusnya tersangka.
"Pengangkatan Budi Gunawan akan mencoreng sejarah Republik Indonesia, sebab untuk pertama kalinya Presiden mengangkat seorang tersangka untuk menjadi Kapolri," ujar anggota Fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman dalam ruang sidang paripurna DPR, Kamis, 15 Januari 2015.
Demokrat, kata Benny, sangat menghargai hak prerogatif yang dimiliki Presiden Joko Widodo atas penunjukan Kapolri. Tapi, dengan berbagai pertimbangan yang ada, Demokrat berharap agar pengesahannya ditunda.
Terdapat beberapa alasan lain yang menjadi dasar bagi Demorat untuk tetap berpegang pada komitmennya, yakni akan hilangnya kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum. Sementara, Polri secara tugas dan kewajibannya selalu bersentuhan dengan rakyat.
"Kami mengusulkan agar harus ada pendalaman dan klarifikasi atas dugaan KPK kepada Komjen Budi Gunawan. Tak cuma kepada yang bersangkutan, tapi juga ke Presiden, KPK, Kompolnas dan Polri," kata Benny.
Begitupun dengan status Jenderal Sutarman. Sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka Sutarman masih memungkinkan untuk tetap menjabat sebagai Kapolri.
"Masa jabatan Sutarman belum berakhir, yang bersangkutan belum pensiun, tidak mengundurkan diri dan tidak dijatuhi pidana yang berkekuatan hukum tetap. Jadi beliau masih bisa bertugas, hingga selesai proses klarifikasi terhadap Budi Gunawan," ujar Benny.
Menurut Benny, jika Presiden dan DPR mengabaikan keputusan yang telah disampaikan oleh KPK, ia meyakini akan berimbas tidak baik di mata publik.
"Publik akan berkesimpulan bahwa dua lembaga negara, yakni DPR dan Presiden tidak memiliki iktikad baik untuk pemberantasan korupsi," katanya.