Gerindra: Budi Gunawan Tak Perlu Mundur Jadi Calon Kapolri

DPR Akhirnya Setujui Budi Gunawan
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id
Integritas Firli Bahuri dan Komitmen Penegakan Hukum Irjen Karyoto
- Banyak pihak yang mendesak Komisaris Jenderal Budi Gunawan mengundurkan diri sebagai calon Kapolri, mengikuti jejak Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.

KPK Periksa Keponakan Surya Paloh

Komjen Budi Gunawan dianggap perlu melakukan hal yang sama seperti Bambang, karena sama-sama berstatus tersangka.
KPK Setor Uang ke Kas Negara Rp1,1 Miliar dari Eks Pejabat Muara Enim


Namun, Komjen Budi Gunawan dianggap tidak perlu mundur. Karena, walau sebagai tersangka seperti Bambang Widjojanto, peraturan di Kepolisian tidak mengharuskan dia mundur.


"Ya, menurut Undang-undang KPK orang tersangka harus mengundurkan diri. Keputusannya di Pak Presiden apakah menerima atau tidak.

Kalau hari ini ada kesan pimpinan KPK menolak, kita tunggu Presiden," kata Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond J Mahesa, di gedung DPR, Jakarta, Selasa 27 Januari 2015.


Dalam kasus pengajuan pengunduran diri oleh Bambang sebagai pimpinan KPK, Desmond mengatakan bahwa itu memang diharuskan Undang-undang.


Sementara untuk kasus Budi, tidak ada pengharusan seperti yang diatur dalam Undang-undang Polri.


"Saya sebagai komisi hukum harus dibedakan Undang-Undang KPK dengan kepolisian. Dalam Undang-undang kepolisian berbeda, tidak seperti itu. Apa yang dilakukan Pak Budi Gunawan secara hukum tidak sama," jelas politisi Partai Gerindra ini.


Dalam Undang-undang No.2 tahun 2002 tentang Polri, memang tidak disebut bahwa anggota tidak perlu mundur walau berstatus tersangka.


Sementara, dalam Undang-undang No.30 tahun 2002 tentang KPK, pada Pasal 32 ayat (2) menyatakan, seorang pimpinan KPK diberhentikan sementara jika dinyatakan sebagai tersangka. Berdasarkan pasal ini, Bambang Widjojanto mengajukan pengunduran diri.


Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangka oleh Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, terkait dugaan mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu di depan pengadilan dalam kasus sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah pada 2010 lalu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya