Keluarga Korban AirAsia Belum Urus Asuransi

Anggota PMI Kota Malang menurunkan jenazah korban AirAsia
Sumber :
  • Vivanews/Dyah Pitaloka

VIVA.co.id – Keluarga korban AirAsia sepertinya belum berencana mengurus asuransi yang disediakan maskapai penerbangan itu. Setidaknya itulah yang dikatakan salah satu keluarga korban di Malang.

“Sampai sekarang kami belum mengurus itu, karena fokus kami masih pada evakuasi dulu. Ada tawaran yang sifatnya boleh diambil boleh tidak, kami memutuskan untuk tidak mengambil tawaran itu dulu. Sekarang kami memang tidak fokus pada itu dulu, keluarga akan tetap mengambil asuransi tapi nanti, tidak sekarang,” kata Warih Adityas (34) istri korban dari Nanang Priyo Widodo asal Malang, Minggu 1 Februari 2015.

Setelah jenazah suaminya bisa dikenali dan diserahkan pada keluarga, wanita yang disapa Tyas itu mendapat penawaran untuk mengambil uang muka asuransi sebesar Rp300 juta dari maskapai. Menurut Tyas, dari 10 penumpang asal Malang yang berhasil dikenali, belum mengambil asuransi yang disediakan oleh maskapai.

"Sepertinya semua masih fokus pada proses evakuasi ini. Untuk uang muka juga banyak yang menolak,” ujarnya.

Sumaryono, Tim Reaksi Cepat yang mengawal proses evakuasi dan identifikasi warga Malang di crisis center sejak satu bulan terakhir, menyebut situasi pengurusan asuransi memang tidak mudah. Namun, dalam asuransi Nanang Priyo Widodo, proses klaim akan lebih mudah karena korban meninggalkan ahli waris yang sangat dekat, yaitu istri dan anaknya.

"Jika ada istri, anak atau orang tua maka ahli waris sangat mudah didapat. Tapi, di Malang ada banyak keluarga inti yang habis karena semua berada dalam satu pesawat,” katanya.

Bagi keluarga tanpa ahli waris, dengan garis keturunan ke atas atau ke bawah, maka ahli waris akan dicari dari kekerabatan yang menyamping. Misalnya saudara kandung atau saudara dari pihak orang tua dengan proses yang tak mudah.

"Salah satu persyaratan adalah harus membawa kartu keluarga dan bisa membuktikan hubungan kekerabatan lewat kartu keluarga itu. Jadi Dispendukcapil ikut merunut identitas kekerabatan dari kartu keluarga itu,” katanya.

Bantuan Psikiater

Tyas menambahkan jika setelah kematian suaminya, ia harus bersikap tegar di depan semua orang, terutama sang anak, Agnes. Bahkan ia membawa anaknya ke psikiater yang disediakan oleh maskapai AirAsia di RS Dr. Sutomo.

“Dia sebenarnya tahu (ayahnya meninggal). Sejak 28 Desember, pertama ke CC (Crisis Center) hanya saya sama dia saja karena keluarga semua di Malang," ujarnya.

Kemenhub Rekomendasi Dua Hal Ini ke AirAsia

Namun sejak hari itu, Agnes tak pernah menanyakan kabar dan keberadaan ayahnya. "Saya pun sempat meliburkan dia dari sekolah beberapa hari karena khawatir Agnes akan semakin sedih jika bertemu dengan kawan-kawannya di sekolah. Tapi, setelah konsultasi ke psikolog anak, Agnes akhirnya saya antar sekolah. Sudah dua minggu ini dia sekolah,” katanya.

Sebelumnya, Tyas khawatir jika anaknya yang berusia 7 tahun itu tidak bisa menerima kenyataan yang ada.

"Ternyata dia berhenti mencari tahu dan tak mau tahu tentang ayahnya untuk menutupi rasa sedihnya. Dia juga tak mau bertanya tentang ayahnya kepada saya karena kawatir itu akan membuat saya sedih. Setelah jenazah ayahnya datang, awalnya dia tidak mau, tapi setelah diberi pengertian akhirnya dia paham bahwa di dalam (peti) itu adalah ayahnya," kata Tyas.

Nanang Priyo Widodo dimakamkan bersama sejumlah properti yang ditemukan melekat pada jasadnya saat proses evakuasi berlangsung. Tyas juga menyertakan kitab suci dan rosario di dalam peti jenazah yang rencananya akan dikebumikan pada Senin 2 Februari 2015.

“Kami bersyukur dalam arti jenazah sudah bisa ditemukan dan dikenali. Kami percaya ada berkah di balik setiap musibah. Semoga penumpang yang lain bisa segera ditemukan,” tuturnya. (art)

Kakak Korban AirAsia: Saya Dengar Pesawat Itu Bermasalah

Kakak Korban AirAsia: Saya Dengar Pesawat Itu Bermasalah

Sejumlah indikasi kerusakan yang ditemukan pada pesawat QZ8501.

img_title
VIVA.co.id
29 Desember 2015