Arahkan Saksi Berbohong, Teman Akil Dituntut 7 Tahun Bui

Akil Mochtar di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA.co.id -
KPK Periksa Pesaing Bupati Buton di Pilkada 2011
Jaksa Penuntut Umum menutut orang dekat mantan Ketua Hakim Konstitusi Akil Mochtar, Muhtar Ependy, hukuman pidana penjara selama 7 tahun serta denda Rp200 juta karena telah memberikan keterangan palsu.

KPK Periksa Istri Mantan Ketua MK Akil Mochtar

Tuntutan itu diajukan jaksa karena Muhtar dinilai terbukti telah memberikan keterangan tidak benar pada persidangan Akil Mochtar.
Disambangi KPK, Mahkamah Konstitusi Mengaku Trauma


Muhtar juga diyakini telah mempengaruhi sejumlah saksi lain untuk memberi keterangan tidak benar, juga dalam persidangan Akil Mochtar.


"Menyatakan terdakwa Muhtar Ependy terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa Titto Jaelani, saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis 12 Februari 2015.


Jaksa Titto menuturkan, Muhtar telah mempengaruhi 3 orang saksi yakni Romi Herton, Masyito serta Srino untuk memberikan keterangan tidak benar saat dihadirkan sebagai saksi untuk Akil Mochtar di tahap penyidikan.


"Terdakwa kembali mempengaruhi Masyito dan Romi Herton untuk tetap konsisten dengan keterangan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) apabila diperiksa sebagai saksi di persidangan dalam perkara atas nama Akil Mochtar," ujar Jaksa.


Tidak hanya itu, Muhtar juga disebut telah mempengaruhi saksi lainnya yakni Iwan Sutaryadi, Rika Fatmawati dan Risna Hasrilianti untuk mengubah BAP di penyidikan dan memberikan keterangan yang tidak benar di persidangan dalam perkara atas nama M Akil Mochtar.


"Akibat pengaruh yang diberikan terdakwa kepada saksi-saksi tersebut di atas baik penyidik maupun penuntut umum akan mengalami kesulitan dan harus mencari alat bukti lain untuk mematahkan keterangan saksisaksi tersebut diatas," ungkap Jaksa.


Selain itu, Muhtar ketika dihadirkan sebagai saksi yang telah disumpah di persidangan dalam perkara terdakwa atas nama Akil Mochtar, memberikan keterangan yang tidak benar dengan penuh kesadaran dan dikehendaki agar perkara tersebut tidak terungkap. Menurut Jaksa, perbuatan tersebut merupakan bentuk kesengajaan yaitu kesengajaan dengan maksud.


"Kesengajaan terdakwa memberikan keterangan yang tidak benar dilakukan dengan penuh kesadaran. Hal tersebut karena telah diperingatkan oleh majelis hakim maupun penuntut umum untuk memberikan keterangan yang benar, akan tetapi terdakwa tetap bersikukuh dengan keterangannya dan menyatakan bersedia menanggung segala akibat hukum yang timbul," imbuh Jaksa.


Akibat perbuatannya itu, Jaksa juga menuntut Muhtar dengan pidana tambahan yakni pencabutan hak-hak tertentu berupa pencabutan hak remisi dan pelepasan bersyarat yang dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.


Jaksa menilai Muhtar telah memenuhi perbuatan pada dakwaan pertama yakni melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.


Dia juga dinilai telah memenuhi perbuatan pada dakwaan kedua yakni melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.



Baca juga:





Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya