Misteri Ninja Pembantai Dukun Santet yang Timbul Tenggelam

Beberapa Kriteria Calon Menteri untuk Jokowi-JK Versi Komnas HAM
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id
Kasus Tragedi 1965 Harus Diselesaikan
- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kembali menyelidiki kasus pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh dukun santet di Banyuwangi dan sejumlah daerah di Jawa Timur pada 1998-1999. Komnas HAM bahkan membentuk tim khusus untuk mengivestigasi yang disebut Tim Kajian Kasus Dukun Santet Tahun 1998-1999 di Jawa Timur.

Ungkap Kejanggalan, Makam Siyono Akan Dibongkar

Penyelidikan atas misteri pembunuhan yang pelakunya disebut-sebut berpakaian ala ninja itu sesungguhnya bukan kali pertama dilakukan Komnas HAM. Beberapa penyelidikan pernah dilakukan untuk mengungkap kronologi, dalang, dan motif di balik peristiwa itu. Seperti beberapa mahasiswa datang untuk melakukan penelitian dan Menteri Pertahanan dan Panglima Angkatan Bersenjata saat itu, Jenderal Wiranto, datang ke Banyuwangi untuk memantau penyelidikan.
Komnas HAM Desak Menpora Cabut Pembekuan PSSI


Pada Desember 2007, tim dari Nahdlatul Ulama (NU) membuka kembali investigasi kasus itu dengan memberikan pengaduan kepada Komnas HAM. Maksud agar peristiwa itu bisa diurai, dalang-dalangnya diseret ke pengadilan, dan keluarga korban yang tertuduh sebagai dukun santet dipulihkan nama baiknya.

Namun upaya terkendala dari keluarga korban yang sudah tidak ingin kasus dibuka lagi. Keluarga korban hanya meminta rehabilitasi dan tidak menginginkan aktor-aktor dari peristiwa itu diadili.

Komnas HAM pun pada 2010 pernah membentuk tim untuk menyelidiki dan telah mengumumkan pernyataan bahwa terdapat indikasi pelanggaran HAM berat pada kasus itu. Namun karena kurangnya keseriusan, penyelidikan dihentikan.

Dalam kasus itu telah ditangkap puluhan orang dan ditetapkan sebagai tersangka dan menerima sanksi kurungan dengan kurun waktu yang bervariasi. Meski begitu, dalang utama atau orang yang mencetuskan pertama kali tidak pernah tertangkap atau pun terungkap.

Timbul-tenggelam


Penyelidikan atau usaha pengungkapan kasus itu seperti timbul sebentar lalu tenggelam lama, muncul lagi dan kemudian hilang tak ada kabar.


Penyelidikan paling mendalam adalah yang dilakukan Tim Pencari Fakta bentukan Pengurus Wilayah NU Jawa Timur. Hasil investigasi, di antaranya, ditemukan sedikitnya 147 korban tewas dalam peristiwa itu. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menyebut 115 korban meninggal.


Fakta lain hasil penyelidikan itu ialah ada indikasi keterlibatan Bupati Banyuwangi saat itu, Kolonel Polisi (Purn) HT. Purnomo Sidik. Bupati diketahui mengeluarkan radiogram yang ditujukan untuk seluruh jajaran aparat pemerintahan dari camat hingga kepala desa untuk mendata orang-orang yang ditengarai memiliki ilmu supranatural. Alasannya untuk selanjutnya melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap orang-orang itu.






Namun yang terjadi, setelah radiogram dikeluarkan dan dilakukan pendataan, pembantaian semakin meluas. Dalam sehari ada dua-sampai orang terbunuh. Masyarakat berasumsi bahwa radiogram Bupati adalah penyebab pembantaian.


Radiogram adalah dalih pemerintah untuk membasmi tokoh-tokoh yang berlawanan ideologi dengan pemerintah. Muncul juga spekulasi bahwa pembantaian didalangi oknum TNI, namun tidak terbukti hingga kini.


Spekulasi pelaku pembantaian selalu mengarah kepada aparat keamanan. Menurut hasil penyelidikan, pelaku diidentifikasi memakai pakaian serba hitam seperti ninja dan kedapatan memakai handy-talky dalam beroperasi.


Ada yang menyebutkan bahwa ninja itu adalah orang yang hanya berkostum hitam dan membawa senjata. Sedangkan yang lain menceritakan bahwa sosok ninja yang mereka lihat adalah seperti ninja di Jepang dan mampu bergerak ringan melompat dari sisi ke sisi yang tidak akan bisa dilakukan manusia biasa.


Saat itu, menurut penyelidikan, yang terjadi adalah listrik tiba-tiba mati dan sesaat kemudian terdapat seseorang yang sudah meninggal karena dibunuh. Keadaan mayat sudah terpotong-potong, patah tulang atau pun kepala pecah.


Tak ada yang baru


Hasil sementara penyelidikan terbaru tim investigas bentukan Komnas HAM yang diungkap kepada media di Surabaya pada Kamis, 12 Februari 2014, secara umum tak ada yang baru.


Tim yang diketuai Muhammad Nurkhoiron itu mendapatkan informasi yang tak jauh berbeda dengan sejumlah hasil investigasi sebelum-sebelumnya. Misalnya, sebagian besar korban tewas yang belakangan diketahui bukan dukun santet, indikasi keterlibatan Bupati kala itu, dan profil pelaku/pembantai yang diidentifikasi menyerupai ninja.


Komnas HAM, menurut Nurkhoiron, juga menyimpulkan peristiwa itu mencukupi unsur pelanggaran HAM berat, sebagaimana termaktub dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Komnas juga telah memastikan bahwa cakupan peristiwa itu meluas, tak hanya satu daerah atau kawasan.


“Peristiwa ini sudah kami simpulkan meluas. Karena hampir semua daerah di Jawa Timur terimbas teror ini. Kini kami selidiki aspek sistematisnya,” ujar Nurkhoiron, yang juga Komisioner Komnas HAM, kepada VIVA.co.id di Surabaya, Jumat, 13 Februari 2015.


Pernyataan itu serupa dengan ucapan Komisioner Komnas HAM periode sebelumnya, yakni Ahmad Baso. Dia bilang, “Kejahatan kemanusiaan itu adalah kejahatan yang dilakukan oleh warga-warga sipil dalam keadaan tidak perang. Dalam kasus Banyuwangi ini memenuhi sebagai pelanggaran HAM berat karena terdapat dua unsur, yaitu unsur sistematis dan unsur meluas.”


Tapi Nurkhoiron meyakinkan masyarakat bahwa penyelidikan itu tak akan dihentikan sampai benar-benar tuntas. Komnas HAM pantang menyerah menyelidiki kasus itu. Tim menargetkan berkas penyelidikan selesai dan paling lambat diparipurnakan di Komnas Ham pada Mei 2015, kemudian diserahkan kepada Kejaksaan Agung.


Seandainya Kejaksaan menolak atau mengembalikan berkas itu dengan alasan belum lengkap, Komnas HAM siap untuk menyempurnakan. Pada pokoknya, Komnas HAM akan terus menggali fakta sampai kasus itu diadili di pengadilan HAM.


“(berkas) dikembalikan itu sudah biasa bagi Komnas HAM. Kami akan gali dan lengkapi lagi, itu sudah komitmen kami,” kata Nurkhoiron.


Dia pun optimistis kasus itu dapat diungkap dengan terang benderang dan mengadili aktor intelektualnya. Tapi, katanya, Komnas HAM sebatas menyelidiki, sedangkan kewenangan proses hukum ada pada Kejaksaaan, termasuk Panitia Khusus di DPR. “Juga komitmen Presiden,” katanya.





Ada yang tutupi


Dia mengakui bahwa Tim menemui banyak kendala dalam investigasi, di antaranya, respons kurang baik dari TNI maupun Polri. Ada upaya sejumlah pihak menutupi kasus pembantaian berkedok dukun santet itu. Indikasi itu tampak ketika tim mendatangi Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Komando Daerah Militer (Kodam) V/Brawijaya.


"Polda Jawa Timur mengaku tidak bisa memberikan informasi apa pun terkait kasus tersebut, alasannya peristiwa lama. Kalau diungkap kembali malah akan mengungkit masa lalu," kata Nurkhoiron.


Sikap yang sama juga ditunjukkan pihak Kodam V/Brawijaya. Kodam beralasan data lama seperti kasus pembantaian dukun santet pada 1998-1999 sudah banyak yang hilang. "Kata Kodam, peristiwa itu terjadi saat masih ada penyatuan antara Polisi dan TNI dalam ABRI dulu. Berkas-berkaas sudah hilang,” ujarnya.


Dia menyayangkan jawaban dua institusi itu. Seharusnya lembaga negara memiliki arsip meski menyangkut data-data lama. Komnas HAM, yang juga lembaga negara, seharusnya bisa mengakses data itu.


Upaya penanganan kasus pembantaian dukun santet yang dilakukan negara, melalui Kepolisian saat itu, juga belum memuaskan. Dalam Berita Acara Pemeriksaan, para pelaku hanya dituduh melakukan tindak pidana biasa.


"Padahal peristiwa pembantaian dukun santet itu merupakan kejahatan luar biasa. Karena itu, Tim Kajian Komnas HAM akan menelusuri keberadaan keluarga, korban dan mereka yang dijadikan pelaku dalam aksi pembantaian itu," katanya.



Baca berita lain:




Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya