Kisah Batavia, Kota Ratu dari Timur Pembawa Maut

Kawasan Wisata Kota Tua Bebas PKL
Sumber :
  • VIVAnews/Fernando Randy
VIVA.co.id
Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol
- Kuburan Belanda, Tanah Abang II, Jakarta Pusat, terletak di sebelah kantor Wali Kota Jakarta Pusat. Sekarang dikenal dengan nama Museum Taman Prasasti. Pada prasasti di pemakaman ini terdapat simbol-simbol paganisme yang erat hubungannya dengan keberadaan gerakan Illuminati/Freemasonry. Antara lain simbol Eye of Horus,  penggaris dan jangka, Fleur de Lis, Ouroboros, Salib Templar, Bintang Daud, dan Obelisk. 

Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI

Dari beberapa kepingan nisan yang hancur, ditemukan nisan Pieter Leendert Brocx yang lahir di Ambon 30 Nov 1844 dan meninggal di Jakarta 12 Juni 1890. Dengan jabatannya adalah Captain Quartermaster at the Army Administration dan jabatan di Freemasonnya adalah Master di Loji Bintang Timur (Adhuc Stat) di Menteng, Jakarta Pusat, yang sekarang jadi Gedung Bappenas.

Di komplek pemakaman ini ada pula beberapa nama besar yang dikuburkan, antara lain Olivia Marianne Raffles (istri Raffles), Dr H F Roll (pendiri STOVIA), Dr J L A Brandes (pakar sejarah budaya Hindu Jawa), Soe Hoek Gie, dan J H R Kohler (Mayjen Yahudi Belanda yang ditembak sniper belia di Aceh).

Olivia Mariamne Raffles adalah istri Thomas Stamford Raffles (gubernur Hindia Belanda pada masa pemerintahan Inggris 1811-1816 ),  meninggal di Buitenzorg (Bogor) dalam usia 43. Jasadnya dimakamkan di Museum Prasasti, Jakarta Pusat. Kemudian Raffles mendirikan tugu kenangan baginya di Kebon Raya Bogor. Semasa hidupnya, istrinya dikenal sebagai pecinta tumbuh-tumbuhan. Dia juga pencetus pengembangan Kebun Raya Bogor.

Selain makam Madame Olivia, juga terdapat makam yang disebut-sebut bernama Kapiten Jas. Uniknya, makam kapiten Jas yang terletak di tengah museum dan di bawah pohon rindang, sejak lama diziarahi banyak orang. Bukan dari golongan Kristen saja, tapi juga penganut Islam.

Padahal, kapten Jas, menurut Dr FH de Haan dalam Oud Batavia sesungguhnya tokoh legendaris yang tidak pernah ada. Legenda ini muncul awal VOC sekitar 350 tahun lalu. Karena itu, orang yang meninggal dunia kala itu disebut naar kapiten Jas gaan (pergi ke kapiten Jas).

Menurut Alwi Shahab dalam tulisannya, bukan hanya warga ibu kota yang pernah dimakamkan di sini. Nama Mayor Jenderal JHR Kohler, bekas panglima Belanda pada Perang Aceh yang meninggal 14 April 1873 oleh para pejuang tanah rencong, pun ada. Prasasti itu juga diambil dari berbagai tempat di Nusantara.

Sampai tahun 1940-an  Jl Tanah Abang I,  Jakarta Pusat bernama Kerkhoflaan.

Kerkhof dalam Belanda berarti kuburan. Di jalan ini terdapat kuburan besar untuk warga Kristen, yang kala itu luasnya 5,9 hektare.

Kuburan tersebut tinggal 1,2 hektare, setelah 4,7 hektare dijadikan gedung kantor Wali Kota Jakarta Pusat. Lahan bekas pemakaman warga Belanda ini pernah dikenal dengan sebutan Kebon Jahe Kober, dibangun pada 1795. Kebon Jahe Kober merupakan salah satu kampung yang agak kumah yang penghuninya sebagian besar etnis Betawi. Kampung ini letaknya bersebelahan dengan pemakaman.

Di Taman Prasasti ini terdapat batu nisan mereka yang meninggal satu abad sebelum adanya pemakaman di Kebon Jaher Kober (dibangun 1795), seperti terpancang dalam prasasti De Jaques de Bollan van Luik. Semasa hidupnya ia adalah pengurus rumah yatim piatu di Batavia dan meninggal pada 1684 dalam usia 71 tahun.

Bekas pemakaman Kebon Jahe Kober ini merupakan pindahan dari kuburan di dekat pusat kota (dekat stasiun KA Kota). Karena pemakaman lama sudah penuh, maka dipindahkan ke Kober.

Seperti diketahui, Batavia pada abad ke-18 masyhur sebagai Koningen van het Oosten atau 'Ratu dari Timur.' Tetapi, kota ini mendapat reputasi buruk sebagai Graaf der Hollanders atau 'Kuburan orang Belanda.'

Kota maut

Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia

Batavia pada abad ke-18 pernah dijuluki 'kota maut'. Akibat tingginya angka kematian, kota yang dibangun JP Coen (1619) ini mendapat predikat Graf der Hollanders atawa 'kuburan orang Belanda.' Berdasarkan catatan sejumlah sejarahwan, kala itu tak seorang pun akan merasa heran bila mendengar teman dengan siapa ia semalam makam bersama akan dikubur keesokan harinya. Di antara penyebab kematian, karena lumpur yang banyak mengendap di kanal-kanal (kali buatan) karena alirannya terhambat menjadi sarang penyakit dan berbau busuk.

Akibat besarnya angka kematian, sebuah rumah sakit di Batavia kala itu dijuluki sebagai 'rumah maut'. Karena kebanyakan pasien yang dirawat jiwanya tidak tertolong dan berakhir ke pemakaman. Rumah sakit yang dibangun akhir abad ke-17 ini kemudian menjadi gedung De Javashe Bank (kini Bank Indonesia) setelah munculnya bisnis perbankan di akhir abad ke-19. Letaknya di depan stasion kereta api Beos (Jakarta Kota).

Tingginya angka kematian ini berdampak pula pada penuhnya tempat pemakaman. Kala itu pemakaman umum berada di sekitar Niuwe Hollandse Kerk yang kini jadi gedung Musium Wayang, di sebelah kiri gedung Museum Sejarah Jakarta di Jl Falatehan 1, Jakarta Kota. Akibat penuhnya pekuburan yang di pusat kota Batavia ini sejak 1795 dialihkan ke Kebon Jahe Kober, Jakarta Pusat.

Saat kuburan ini mulai berfungsi (1795), warga umumnya tinggal di pusat kota Pasar Ikan, Jakarta Utara. Pada masa itu, pemakaman ini terletak jauh di luar kota. Karenanya mayat-mayat dari rumah sakit (di depan stasiun Jakarta Kota sekarang), diangkut ke Kebon Jahe Kober dua kali sehari melalui perahu.

Dari kali Krukut (belakang gedung Departemen Penerangan, Jl Abdul Muis, Jakarta Pusat), peti jenazah diangkut ke pemakaman dengan sebuah kereta. Jaraknya sekitar 200 meter. Di museum prasasti ini kita masih mendapati kereta jenazah berwarna hitam.

Di sini dapat kita jumpai batu nisan Pieter Janse van Hoorn (1619-1682), istri, anak laki-laki dan perempuannya serta menantunya Kapten F Tack yang gugur di Kartasura, dekat Solo, Jawa Tengah. Perwira yang diunggulkan kompeni ini tewas di tangan Untung Surapati, bekas budak dari Bali dalam suatu pertempuran 1686.

Sedangkan tokoh pendidikan terdapat Dr HF Roll yang meninggal di Batavia 20 September 1935. Ia adalah pencetus gagasan dan pendiri Stovia (Sekolah Tinggi Dokter Indonesia) yang merupakan cikal bakal berdirinya Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Salemba, Jakarta Pusat. Sebelumnya FKUI ini bernama Sekolah Dokter Jawa yang didirikan 1851.

Laporan Dody Handoko

![vivamore="Baca Juga :"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya