Menkumham Ungkap Alasan Presiden Beri Grasi Pembunuh Sadis

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Hamonangan Laoly, membeberkan alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi kepada terpidana mati kasus pembunuhan berencana, Dwi Trisna Firmansyah. Sedangkan grasi yang diajukan terpidana mati kasus narkoba ditolak.

Menurut Menteri, kasus pembunuhan berbeda dengan kasus narkoba. Sebab daya rusak narkoba lebih dahsyat. “(Grasi untuk terpidana mati kasus pembunuhan) itu bukan narkoba, lain treatment-nya (perlakuan). Kalau narkoba merusak banyak orang," katanya di Istana Negara Jakarta, Senin, 16 Maret 2015.

Yasonna memastikan bahwa untuk terpidana mati kasus narkoba, Presiden Joko Widodo tidak akan memberikan grasi. Seperti yang sudah-sudah terhadap terpidana mati narkoba.

Saat disinggung soal kemarahan keluarga korban, Menteri Yasonna tidak menggubrisnya. "Kita lihat," katanya singkat dan berlalu.

Seumur hidup

Presiden Joko Widodo mengabulkan permohonan grasi terpidana mati kasus pembunuhan sadis berencana, Dwi Trisna Firmansyah. Dwi divonis mati bersama dua rekannya karena melakukan pembunuhan terhadap Agusni Bahar dan anaknya Dodi Haryanto di Pekanbaru, Riau, tahun 2012.

Kuasa hukum terpidana mati Dwi Trisna Firmansyah, Asep Ruhyat, berterima kasih kepada Presiden yang telah mengabulkan grasi kliennya. Asep juga mewakili Dwi menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga korban.

Asep tidak mempersoalkan komentar miring seputar permohonan grasi kliennya yang dikabulkan Presiden Jokowi. "Kalau respons, itu sah-sah saja," kata Asep.

Asep mengklaim firmanya sangat selektif dalam mengajukan permohonan grasi. Tidak semua klien bisa dimohonkan grasi, karena di balik itu ada pertanggungjawaban. Salah satu yang dipertimbangkan adalah bahwa kliennya dalam kasus itu bukan aktor utama atau yang merencanakan pembunuhan.

"Dia bukan pelaku utama. Dia dikategorikan Pasal 55 KUHP, turut serta melakukan. Yang bersangkutan ini hanya melihat kemudian diajak pelaku," ujar Asep.

Presiden Joko Widodo mengabulkan grasi terpidana mati Dwi Trisna Firmansyah menjadi hukuman seumur hidup. Grasi itu dimohonkan Asep Ruhiat selaku kuasa hukum dari kantor Asep Ruhiat and Partners.

"Berupa perubahan jenis pidana dari pidana mati yang dijatuhkan kepadanya menjadi pidana penjara seumur hidup," demikian bunyi petikan yang ditetapkan di Jakarta oleh Presiden Joko Widodo, melalui Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, bertanggal 13 Februari 2015, nomor 18/G Tahun 2015.

Pembunuhan berencana

Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru menjatuhkan vonis mati kepada ketiga terdakwa. Ketiganya dinyatakan terbukti melanggar pasal 340 junto pasal 55 KUHP melakukan tindak pidana pembunuhan dengan berencana secara bersama-sama.

Putusan pengadilan di tingkat pertama itu dikuatkan Pengadilan Tinggi Pekanbaru. Begitu juga di tingkat Kasasi, Mahkamah Agung menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi dengan tetap menjatuhi hukuman mati kepada terdakwa.

Dwi bersama Candra Purnama alias Hendra, Andi Paula melakukan pembunuhan disertai perampokan terhadap Agusni Bahar dan anaknya Dodi Haryantoayah, pemilik Toko Niagara Ponsel di Jalan Kaharuddin Nasution, Pekanbaru, tahun 2012.

Peristiwa pembunuhan sadis ini terjadi ketika korban, Agusni sedang menunaikan salat Subuh lalu dari belakang dipukul tengkuknya pakai kayu balok oleh Rohim (masih buron). Korban tersungkur di atas sajadah di lantai dua ruko.

Andi Paula membantu Rohim menghabisi nyawa Agusni dengan memukul korban berkali-kali di bagian kepala dan leher menggunakan senjata tajam. Anak Agusni, Dodi, yang mendengar keributan itu keluar dari kamarnya, kemudian langsung dipukul dengan senjata tajam oleh Hendra bersama Dwi berulang kali.

Dodi langsung tewas di tempat dan pelaku menggasak harta korban serta menjualnya.


Baca juga:


Presiden Tolak Grasi Terpidana Mati Pembunuh Bos Asaba



Kalau Istri Hyperseks apa yang Perlu Dilakukan Suami? Begini Nasehat Dokter Boyke
UU Grasi digugat ke MK

Batas Grasi Dinilai Cederai Hak Konstitusi Warga Negara

Waktu pengajuan grasi dibatasi hanya satu tahun setelah inkracht.

img_title
VIVA.co.id
12 Oktober 2015