Kronologi Kasus Bocah 16 Tahun yang Divonis Mati

Ilustrasi kekerasan seksual.
Sumber :
  • VIVAnews/Joseph Angkasa

VIVA.co.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) membeberkan kronologi kasus yang berujung vonis mati atas Yusman Telaumbanua dan Rasula Hia oleh Pengadilan Negeri Gunungsitoli yang diduga penuh rekayasa.

Putri Kanisia, Kepala Divisi Pembela Hak Sipil Politik Kontras, menjelaskan, kasus ini terjadi pada tahun 2012, di mana ada tiga orang yang menjadi korban, mereka adalah orang yang sedang mencari tokek.

Wiranto: Tidak Perlu Ada Evaluasi Hukuman Mati

Menurutnya, Yusman salah satu dari terpidana pada waktu itu, bekerja di rumah salah satu korban yang bernama Jimmy Trio Girsang.

"Jimmy menanyakan kepada Yusman, di manakah dia bisa membeli tokek. Nah, waktu itu Yusman mengatakan bahwa kakak iparnya memiliki tokek yang akan dijual," ujar Putri.

Singkat cerita, tiga orang korban tersebut tertarik untuk membeli tokek itu, dan mereka pun membuat janji. Akhirnya ketiga korban berangkat dari Karo menuju Nias.

Di tengah jalan, Rusulah yang juga satu dari dua terpidana mati itu meminta tukang ojek untuk menjemput ketiga orang tersebut dari tengah kota, tepatnya dari alun-alun kota Nias untuk ke rumah Rusulah. "Tukang ojek pun menanyakan kenapa orang tersebut mau datang larut malam, di atas jam 10 malam waktu setempat," kata Putri.

Kemudian Rusulah menyampaikan kepada tukang ojek, bahwa ketiga korban tadi adalah orang yang akan membeli tokek dengan jumlah kurang lebih bernilai Rp500 juta. Mengetahui uang yang dibawa dalam jumlah yang besar, si tukang ojek tersebut berpikir bahwa orang yang datang adalah orang kaya yang mempunyai uang banyak.

Sesampainya korban dan tukang ojek di lokasi, Yusman dan Rusulah menyusul ke tempat tersebut. Kaget bukan kepalang, ternyata salah satu tukang ojek tersebut sudah membawa parang dan sudah bersiap untuk menghajar ketiga pembeli tadi. Alhasil, Yusman dan Rusulah ketakutan karena melihat majikannya dan kedua temannya itu akan dihabisi.

Salah satu pelaku mengatakan untuk meminta keduanya segera pergi dari tempat itu dan untuk tidak terlibat. Tanpa berpikir panjang, kedua terpidana tersebut pergi, tetapi karena penasaran mereka berdua mengikuti kemana si pelaku ini membawa pergi tiga orang tersebut dan mereka membawanya ke sebuah perkebunan.

Di situlah mereka melihat dengan jelas, di mana keempat pelaku tukang ojek tersebut menghabisi ketiga nyawa korban. Tak cukup di situ, para pelaku juga menyiramkan bensin kemudian membakar mayat korban. Setelah dibakar, mayat korban baru dikubur.

Karena ketakutan dengan melihat hal tersebut, terlebih salah satu korban adalah majikan Yusman, dia kabur ke tempat lain. Hal tersebut yang membuat kepolisian curiga bahwa remaja tamatan SD itu merupakan salah satu orang yang terlibat dalam pembunuhan tersebut.

"Padahal, kaburnya dia karena ketakutan. Kejadiannya bulan April 2012, sedangkan mereka berdua ditemukan bulan September 2012," ujarnya.

Putri menambahkan, dalam kasus ini KontraS menduga karena Polisi tak juga menemukan tukang ojek yang menjadi DPO, akhirnya aparat menciduk dua orang saksi tersebut dan kemudian diadili.

"Karena gagal menemukan pelaku sebenarnya, akhirnya yang diadili adalah pelaku tambahan yang menyaksikan, yang seharusnya menjadi saksi, bukan malah kemudian diperiksa oleh kepolisian dilanjutkan ke pengadilan dan divonis hukuman mati," terang Putri.

Sebagaimana diketahui, Yusman Telaumbanua alias Aris bersama Rusula Hia alias Ama Sini, dijatuhi vonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gunungsitoli, Nias, Sumatera Utara, pada Mei 2013, terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang, dan Rugun Br. Haloho.

Atas putusan tersebut, Kontras menilai vonis hukuman mati oleh Majelis Hakim di PN Gunungsitoli terhadap terdakwa yang masih berusia 16 tahun, ketika divonis itu bertentangan dengan Pasal 6 UU Nomor 11 Tahun 2012, tentang Sistem Peradilan Anak.

"Menurut UU nomor 11 tahun 2012 tentang Peradilan Pidana Anak menyatakan, anak yang dituntut dengan vonis mati, atau seumur hidup tidak boleh lebih dari 10 tahun, atau setengah dari hukuman orang dewasa. Makanya, kami mendesak KY untuk melakukan penyidikan terkait dugaan kesewenang-wenangan vonis keduanya," kata Putri. (one)

1 Agustus 2016, Jenazah Seck Osmane Dikirim ke Nigeria
![vivamore=" Baca Juga
Sendiri, Jenazah Napi Narkoba WN Senegal Tak Ada yang Jenguk
:"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya