Kasus Bupati Lombok Barat, KPK Periksa 2 PNS

KPK Geledah Kantor dan Rumah Dinas Bupati Lombok Barat
Sumber :
  • Kusnandar/Mataram
VIVA.co.id
Pub di Lombok Terbakar, Penari Berlarian
- Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua orang Pegawai Negeri Sipil terkait kasus dugaan pemerasan, terkait proses permohonan izin pengembangan kawasan wisata di Lombok Barat, Senin 30 Maret 2015.

Kembangkan Pariwisata, Wings Air Buka Rute Baru di Lombok

Mereka adalah Kepala Sub Bagian Tata Usaha Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, Khairul Fikri serta Staf Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, Ahmad Firman Khudry.
Lombok Diguyur Hujan Es


"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ZA (Zaini Arony)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha.


Bersama dengan kedua orang tersebut, penyidik juga memanggil saksi lainnya untuk diminta keterangan dalam perkara ini. Mereka yakni seorang guru bernama Arifin serta satu orang dari pihak swasta, Lalu Sunandar.


Zaini Arony diketahui merupakan Bupati Lombok Barat saat ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan pada Jumat, 12 Desember 2014. Zaini disangka melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 421 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.


Surat perintah dimulainya proses penyidikan terhadap Zaini telah ditandatangani sejak 5 Desember 2014. KPK juga langsung mengirimkan surat pencegahan bepergian ke luar negeri atas nama Zaini ke Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.


Untuk diketahui, Zaini ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan telah melakukan pemerasan terhadap PT Djaja Business Group (DBG). Pemerasan itu terkait permohonan izin pengembangan wisata.


Seorang saksi yang mengaku pelapor perkara ini, Darmawan, sempat membeberkan cara Bupati hingga dijerat kasus pemerasan uang pelicin usai menjalani pemeriksaan di Mataram pada 16 Januari 2015.


Dia menuturkan, Bupati meminta uang dan delapan unit mobil serta tanah seluas 3 hektare 80 are kepada investor. Bupati berdalih, agar izin pembangunan pengelolaan lahan wisata dapat diterbitkan.


"Saya ditanya masalah pemberian uang dengan mobil sama tanah. Itu dia minta pada investor, pokoknya kalau tidak ada uang, tidak keluar izin, katanya," ujar dia.


Darmawan menegaskan, tidak ada kepentingan politis, sehingga dia menjadi saksi pelapor dalam perkara itu. Bupati memintanya untuk mencarikan investor terhadap kawasan seluas 700 hektare di Dusun Meang.


Ia pun membawa investor yang merencanakan pembangunan sebuah hotel berbintang, berupa resort terpadu berskala internasional dan lapangan golf dengan prioritas membuka puluhan ribu lapangan pekerjaan baru.


"Saya juga mencarikan investor, ternyata investor kita diperas. Izin seharusnya tiga tahun, dibuat menjadi satu tahun. Permintaan itu sejak beliau (investor) mohon izin, baru izin mau keluar kita seperti diperas pernyataan dari investor," beber Darmawan.


PT DBG, kata Darmawan, baru bisa memenuhi permintaan itu dengan dua unit mobil dari delapan mobil yang diminta. Juga uang senilai Rp1 miliar dan tanah seluas tiga hektare 80 are. Termasuk, sejumlah barang berharga lain berupa dua jam tangan Rolex dan cincin permata senilai Rp250 juta.

![vivamore="
Baca Juga
:"]

[/vivamore]

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya