Jejak Pecinan di Banten Lama

Masjid Pecinan Tinggi di kawasan Banten Lama.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Dody Handoko

VIVA.co.id - Di kawasan Banten Lama, terdapat sisa-sisa situs pecinan seperti reruntuhan masjid dan makam Tionghoa. Masjid Pecinan Tinggi, seperti namanya dibangun di daerah permukiman China pada masa Kesultanan Banten.

Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol

Reruntuhan masjid ini terletak kurang lebih 500 meter ke arah barat dari Masjid Agung Banten atau 400 meter ke arah selatan dari benteng Spelwijk.
 
"Sampai sekarang belum banyak literatur yang menjelaskan asal usul didirikannya masjid ini. Setahu saya Masjid Pecinan Tinggi ini merupakan masjid yang pertama kali dibangun oleh Sultan Hasanudin sebelum kemudian mendirikan Masjid Agung Banten," ujar Sultan Banten, Ismetullah Al Abbas, ketika ditemui di rumahnya beberapa waktu lalu.
 
Reruntuhan bangunan yang tersisa cuma secuil yakni menara masjid itu adalah sisa dari bangunan masjid bergaya arsitektur Tionghoa. Selain menara Masjid Pecinan Tinggi, di sebelah selatan masih tersisa lantai masjid dan bangunan mimbar masjid.

Di sebelah utara terdapat gundukan tanah besar yang merupakan makam khas Tionghoa lengkap dengan nisannya.
 
Masjid Pecinan Tinggi bisa dikatakan tinggal puing-puingnya saja. Selain sisa fondasi bangunan induknya yang terbuat dari batu bata dan batu karang, juga masih ada bagian dinding mihrabnya.

Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI

Di halaman depan di sebelah kiri (utara) masjid tersebut, masih terdapat pula sisa bangunan menaranya yang berdenah bujur sangkar. Menara ini terbuat dari bata dengan fondasi dan bagian bawahnya terbuat dari batu karang. Bagian atas menara ini sudah hancur, sehingga wujud secara keseluruhan dari bangunan ini sudah tidak tampak lagi.
 
Tidak jauh dari menara tersebut dan masih dalam area yang sama terdapat pula sebuah makam Tionghoa. Makam tersebut hanya satu-satunya yang terdapat di lokasi ini. Tulisan China yang ada di makam tersebut masih terpatri dengan jelas.
 
Menurut Ismet, tulisan itu menjelaskan bahwa yang dikuburkan di sana adalah pasangan suami istri (Tio Mo Sheng dan Chou Kong Chian) yang berasal dari desa Yin Shao dan batu nisan tersebut didirikan pada 1843.

"Mungkin kedua orang itu adalah pemuka agama, sehingga layak dimakamkan di samping Masjid Pecinan Tinggi," ungkapnya.
 
Selain Masjid Pecinan Tinggi, sekitar 1 kilometer dari sana masih terdapat kampung Pecinan, yang kini hanya ditinggali empat keluarga keturunan Tionghoa. Di dekatnya terdapat kelenteng atau vihara yang berdiri sejak awal Kerajaan Islam Banten.

Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia

Kelenteng ini banyak didatangi pengunjung dari luar Banten, terutama pada malam ciit (tanggal 1 penanggalan China) dan malam Cap Go Meh.
 
Vihara yang namanya diambil dari nama seorang Buddha yakni Buddha Avalokitesvara ini, telah berdiri sejak abad ke-16 dan dikenal sebagai salah satu vihara tertua di Indonesia.

"Vihara ini dibangun oleh Syeh Syarief Hidayatullah. Saat itu, Syeh Syarief Hidayatullah tahun 1652, dia menikahi seorang putri Tiongkok," ujar Ismet.
 
Sunan Gunung Jati yang merupakan salah seorang dari Wali Songo, melihat bahwa ada banyak perantau dari Tionghoa yang membutuhkan tempat ibadah. Maka kemudian Sunan Gunung Jati berinisiatif untuk membangun sebuah vihara untuk tempat peribadatan umat Buddha pada masa itu, vihara tersebut kemudian diberi nama Vihara Avalokitesvara. (art)

![vivamore="
Baca Juga
:"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya