UN Tak Bisa Dijadikan Dasar Pemetaan Kualitas Pendidikan

Menteri Agama Didesak Tolak Legalkan Nikah Beda Agama
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id - Terlepas dari masih ada berbagai persoalan, pelaksanaan Ujian Nasional (UN) yang baru saja berakhir, patut diapresiasi. Memang, keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan untuk menghilangkan fungsi UN sebagai syarat kelulusan dan mengembalikan sekolah sebagai penentu kelulusan disambut positif banyak pihak.

UN Lancar, Mendikbud Berterima Kasih pada Hacker

Terobosan baru ini diharapkan menjadi momentum peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Namun, UN tidak serta merta dapat dijadikan dasar untuk memetakan kualitas pendidikan Indonesia.

Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris, Kamis 16 April 2015, menyambut positif terobosan yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini. Sebab, memang pada dasarnya pendidikan itu haruslah sesuatu yang menyenangkan dan bukan menakutkan.
Pernyataan Mengejutkan Aurel saat Dihujat Ikut Ujian Paket C

“Namun, jika UN kali ini juga ditujukan untuk menilai kualitas pendidikan kita, hemat saya tidak begitu tepat, karena mamang variabelnya tidak lengkap,” kata Fahira dalam keterangan persnya.
Pelajaran yang Sulitkan Stuart Collin saat Ujian Paket C

Fahira mengatakan, tidak salah jika pemerintah menjadikan UN untuk memetakan kualitas sekolah (termasuk guru) dan siswa, tetapi hanya sebagai salah satu variabel.

Ujian Nasional, lanjut Fahira, bisa dijadikan pemetaan untuk mengetahui kualitas individual siswa. Terutama, untuk pelajaran-pelajaran yang di uji di UN, bukan kualitas siswa secara keseluruhan.

“Kalau untuk siswa oke, tetapi jika untuk menilai kualitas sekolah dan guru, saya rasa tidak bisa diambil dari UN yang memang tujuan untuk mengukur kompetensi siswa. Kualitas sekolah dan guru sangat terkait dengan sejauh mana kebijakan pendidikan bisa mengintegrasikan proses pendidikan dari tingkat dasar sampai pendidikan tinggi. Jadi, kita juga harus bicara variabel sistem akreditasi, supervisi, dan kebijakan pengembangan profesional guru,” jelas wanita yang juga menjabat sebagai Ketua Gerakan Anti Minuman Keras (GeNAM).


Menurut Fahira, peningkatan kualitas guru masih menjadi titik krusial peningkatan kualitas pendidikan Indonesia dan ini merupakan tanggung jawab penuh pemerintah lewat berbagai program pengembangan profesionalisme guru dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendidikan, agar semakin bermutu.

“Kualitas pendidikan juga sangat ditentukan sejauh mana kreatifitas guru dalam proses belajar mengajar. Untuk memancing kreativitas itu, guru bisa dipandu melalui pedoman yang disiapkan oleh Kemdikbud. Pedoman tersebut berisi berbagai pengayaan berbagai macam metode belajar termasuk metode evaluasi dan penilaian,” tambahnya.

Fahira menjelaskan, selama ini, dijadikannya UN sebagai satu-satunya syarat kelulusan memang menjadi sumber segala masalah mulai dari kecurangan massal, kebocoran soal, sampai ada guru yang masuk penjara hingga siswa yang bunuh diri.

Sebelumnya, tambah Fahira, menjelang UN terjadi kepanikan nasional. Orangtua, siswa, pihak sekolah stres karena menunggu hari pengadilan. Berbagai cara pun dilakukan untuk lolos dari pengadilan ini, akibatnya selama UN, polisi pun diturunkan untuk mengawasi. Lengkaplah, UN menjadi momok.

“Sekolah dan ujian itu harusnya menyenangkan, karena memang itu esensi dari pendidikan. Kebijakan UN tahun ini patut kita apresiasi,” tuturnya. (asp)


![vivamore="
Baca Juga
:"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya