Tiga Lansia Tinggal di Gubuk Reyot di Polewali Mandar

Tiga Lansia Tinggal di Gubuk Reyot di Polewali Mandar
Sumber :
  • Rasman Abdul Rahman/Polewali Mandar
VIVA.co.id
Tips Sukses Jalani Usaha Kecil dari Pengusaha Sepatu
- Tiga orang lanjut usia (lansia) di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, tinggal di gubuk reyot berukuran empat kali tiga meter dengan kondisi yang sangat memperihantinkan. Mereka harus berjuang hidup dengan hanya mengandalkan menjual sapu lidi produksi sendiri, kadang menjadi penjaga kambing milik tetangganya.

Kisah Sukses Pria Probolinggo, Pilih Berdagang daripada PNS

Meski hidup dalam kondisi serba kekurangan, mereka tidak pernah mengemis dan meminta belas kasihan orang lain. Mereka sering hanya makan sagu sebagai pengganti nasi.
Dari Bisnis Online, Pria 25 Tahun Bisa Beli Rumah dan Mobil


Ketiga lansia itu adalah warga Jalan Pakkandoang, Desa Kuajang, Kecamatan Binuang, Kabupaten Polewali Mandar. Masing-masing ialah Halijah (80 tahun), Borahima (65 tahun), dan Hamariah (55 tahun).


Gubuk reyot berlantai bambu, berdinding papan, dan beratap anyaman daun nipah itu nyaris ambruk termakan usia. Tidak ada perabotan mewah atau pun kasur di gubuk itu. Halijah, Borahima, dan Hamariah sehari-hari hanya tidur di lantai bambu beralas kain sarung.


Untuk bertahan hidup, mereka bahu-membahu bekerja serabutan. Borahima menjadi penjaga kambing milik warga setempat. Istri dan mertuanya bekerja sebagai pembuat sapu lidi. Untuk makan sehari-hari, mereka hanya mengandalkan uang hasil penjualan sapu lidi yang tidak lebih Rp10.000 per hari.

 

Dalam sehari kedua lansia itu hanya mampu membuat tiga hingga lima sapu lidi dengan harga Rp2.000 per potong. Mereka menjualnya dengan berkeliling kampung. Kalau sedang beruntung, sapu lidinya habis terjual. Namun tidak jarang mereka pulang dengan tangan hampa karena sapu buatan tangan mereka tidak laku.


Ketiga lansia itu mendapatkan bantuan beras miskin dari pemerintah setempat. Namun jatah beras sebanyak enam liter yang dibeli seharga Rp12.000 per bulan hanya cukup mereka makan paling lama seminggu. Selebihnya mereka menyambung hidup dengan mengonsumsi sagu yang kemudian diolah menjadi jepa, makanan pokok pengganti nasi warga suku Mandar. Dana BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) yang disalurkan sekali dalam tiga bulan hanya cukup untuk menutupi utang-utang kebutuhan pokok mereka.

 

Rahmawati, tetangga ketiga lansia itu, mengaku sangat miris melihat kondisi Halijah, Borahima, dan Hamariah. Mereka tinggal bertiga digubuk reyot yang nyaris ambruk. Alih-alih dialiri listrik, rumah yang mereka tinggali hampir sepuluh tahun itu tidak pernah diperbaiki. Ia berharap ketiga lansia itu mendapatkan bantuan perbaikan rumah yang lebih layak.


Borahima bersama istri dan menantunya tetap tabah menjalani hidup meski serba kekurangan. Mereka enggan menjadi pengemis serta berharap belas kasihan orang lain. Ketiga lansia itu tetap mandiri meski harus tetap bekerja di usia uzur.


Rasman Abdul Rahman/Polewali Mandar
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya