Mantan Sekjen ESDM: Dakwaan Jaksa KPK Tidak Jelas

Mantan Sekjen ESDM Waryono Karno
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA.co.id
Waryono Karno: Saya 42 Tahun Sekjen Tanpa Cacat
- Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Waryono Karno, kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu 13 Mei 2015. Sidang lanjutan tersebut beragendakan pembacaan nota keberatan Waryono oleh kuasa hukumnya.

Dituntut 9 Tahun Penjara, Eks Sekjen ESDM: Innalillahi

Kuasa hukum Waryono, dalam nota keberatannya, menyebut surat dakwaan kliennya yang disusun secara tidak cermat oleh jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
Hakim Perintahkan Rudi Rubiandini Dihadirkan Paksa di Sidang


Padahal, Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP secara tegas menyatakan bahwa surat dakwaan harus menguraikan secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang dikawakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. 


"Konsekuensi dari surat dakwaan yang tidak menguraikan secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak ‎pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan menjadi batal demi hukum," kata salah satu penasihat hukum Waryono, Wahyu Ari Bowo di Pengadilan Tipikor, Jakarta.


Dia menuturkan, pada dakwaan ketiga dalam surat dakwaan Jaksa, kliennya didakwa dengan Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Menurut Wahyu, pemberian gratifikasi seperti yang didakwakan tersebut harus berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. "Namun, dalam uraian dakwaannya, JPU KPK tdak menguraikan secara lengkap dan jelas mengenai tindakan terdakwa yang dianggap memenuhi unsur-unsur dalam pasal dimaksud," ujar Wahyu.


Berdasarkan hal tersebut, kuasa hukum Waryono menilai, surat dakwaan kliennya tidak memenuhi syarat materiil surat dakwaan, yang harus disusun secara rinci menguraikan jelas bagaimana terdakwa melakukan tindak pidana.


"Dengan demikian, surat dakwaan patut dinyatakan batal demi hukum," ujar Wahyu.


Diketahui, Waryono Karno didakwa dengan tiga dakwaan. Pada dakwaan pertama, jaksa mendakwanya telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi. Atas perbuatannya itu, dia didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp11.124.736.447.


Terkait perbuatannya, Waryono diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.


Sementara itu, pada dakwaan kedua, Waryono didakwa telah memberikan suap sebesar US$140.000 kepada Sutan Bhatoegana selaku ketua Komisi VII DPR. Perbuatan Waryono tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a subsidair Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Pada dakwaan ketiga, Waryono didakwa telah menerima gratifikasi berupa uang sebesar US$284.862 dan US$50.000. Perbuatan terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya