Anggaran Kurang, LPSK Akui Layanan Kurang Maksimal

LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban)
Sumber :
  • VIVAnews/ Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan kekurangan dana dalam melayani jumlah permintaan perlindungan. Akibatnya, tidak semua permohonan bisa dipenuhi.

Meningkatnya jumlah permohonon perlindungan ditengarai lantaran disahkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 atas Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Tangani Terorisme, LPSK Minta Dilibatkan

Otomatis bentuk layanan, bantuan dan rehabilitasi yang diberikan LPSK bertambah. Demikian juga dengan kategori penerima bantuan dan jenis tindak pidananya. UU itu bahkan memerintahkan LPSK untuk memberikan bantuan rehabilitasi psikologis.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, undang-undang itu memberikan mandat agar LPSK memberikan bantuan layanan, baik medis, psikologis maupun psikososial. Prioritas LPSK adalah memberikan bantuan medis dan rehabilitasi terhadap korban pelanggaran HAM berat dan tindak pidana lain.

“LPSK yang memulainya karena sebelum ini, belum ada yang melaksanakan tugas serupa,” kata Semendawai melalui rilisnya, Rabu, 20 Mei 2015.

Namun, perubahan undang-undang tersebut juga mengubah target perlindungan. Tak hanya ditujukan bagi korban pelanggaran HAM berat, melainkan juga korban kasus-kasus lain yang menjadi prioritas LPSK, seperti terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, tindak pidana kekerasan seksual, dan penganiayaan berat.

Menyiasati minimnya anggaran, LPSK pun berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dalam kaitannya dengan kepentingan saksi.

"LPSK juga menjalin kerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya guna menjamin pemenuhan hak-hak korban. Salah satunya kerja sama dengan Kementerian Sosial (Kemsos). Melalui kerja sama ini, LPSK dan Kemsos dapat berbagi peran dalam memenuhi hak-hak korban suatu tindak pidana," katanya.

Mengutip dalam siaran pers yang diterima VIVA.co.id, Rabu 20 Mei 2015, Semendawai mengatakan, koordinasi dengan lembaga dan kementerian terkait dibutuhkan dalam mendistribusikan bantuan-bantuan bagi para korban tindak pidana tersebut.

Pulang dari RS, Anak yang Dianiaya Marinir Didampingi KPAI

"Ini harus disertai dengan data penerima yang jelas. Hal ini diperlukan karena pemberian bantuan dan rehabilitasi menggunakan anggaran negara, sehingga, setiap satu sennya harus bisa dipertanggungjawabkan," tuturnya.

Sementara itu, Tim Kerja Penguatan Korban Koalisi Keadilan dan Pengungkap Kebenaran (KKPK) Meriam Nainggolan mengatakan, pihaknya bertugas menyatukan para korban pelangaran HAM berat masa lalu. Dalam melaksanakan tugasnya, KKPK berkoordinasi dengan beberapa lembaga lainnya, seperti KontraS, Elsam, Solidaritas Indonesia, IKOHI, LBH Masyarakat, dan lainnya.

“Kami mengapresiasi LPSK yang mendukung penyatuan para korban, karena LPSK mendapatkan mandat melindungi dan memberikan bantuan bagi korban,” ujarnya.

Sebelumnya, anggaran LPSK 2015 naik sebesar 136,48 persen menjadi Rp148 miliar. Kenaikan ini akibat biaya pembangunan gedung kantor LPSK.

LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban)

LPSK: Revisi UU Terorisme Belum Reparasi Hak Korban

Walau serangan teroris kepada negara, tapi korbannya adalah warga.

img_title
VIVA.co.id
16 Februari 2016