- Antara/ Feri Purnama
VIVA.co.id - Sejumlah pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, menjadi catatan merah Setara Institute for Democracy and Peace sepanjang periode tahun 2007-2014.
Kurang lebih delapan tahun, terdata 1.680 peristiwa dengan 2.268 tindakan pelanggaran. Rata-rata setiap tahunnya terjadi 210 peristiwa dengan 283 tindakan.
"Sebagian besar peristiwa tersebut mengalami impunitas dan tidak diadili secara fairness, serta tidak memenuhi rasa keadilan. Aktor pelanggarannya dilakukan oleh aktor negara dan non-negara," ujar Direktur Riset Setara Institute, Ismail Hasani usai berdialog dengan Mendagri, Kantor Kemendagri, jalan Merdeka Utara Nonor 7, Jakarta Pusat, Rabu malam, 20 Mei 2015.
Menurut Ismail, kurang lebih selama delapan tahun berdasarkan catatan Setara Institute, sebanyak 316 tempat ibadah mengalami perusakan seperti pembakaran, penolakan izin pembangunan. Rincian daru 316 tempat ibadah tersebut antara lain, terdapat 20 tempat ibadah aliran kepercayaan, 163 gereja, 3 klenteng, 110 masjid aliran keagamaan minoritas, 1 sinagog, 5 pura dan 14 vihara.
Tak hanya itu, ia merujuk pada data Komnas Perempuan bahwa terdapat 365 kebijakan diskrimantif yang dibentuk atas dasar agama, dalil-dalil keagamaan misoginis dan bertentangan dengan hak asasi manusia.
Dari 365 kebijakan tersebut terdapat 279 kebijakan yang menyasar pada perempuan. Sedangkan yang mendiskrimnasi kelompok agama atau kepercayaan terdapat 40 kebijakan.
"Selama enam bulan pemerintahan Jokowi, belum menunjukkan tanda-tanda nyata bahwa bergeraknya pemerintahan yang baru untuk menangani masalah mendasar ini," katanya.
Oleh karenanya melalui Setara Institute, ia mendorong pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, dengan fakta-fakta diskriminasi dan kekerasan tersebut.
Alasannya hingga kini penanganan dan penuntasan dari otoritas negara termasuk kewenangan mengevaluasi Pemerintah Daerah dan kewenangannya dalam hal pendirian tempat ibadah bagi umat beragama.