Nina Akbar: Pemerintah Bisa Selesaikan Konflik Keraton Solo

Keraton Solo
Sumber :
  • VIVAnews/Fajar Sodiq
VIVA.co.id
Indonesia Berambisi Bangun Bandara Antariksa
- Konflik berkepanjangan kepemimpinan Keraton Kasunanan Surakarta dinilai akibat tidak adanya pemahaman tentang sejarah. Berbagai upaya untuk penyelesaian konflik pun berlarut-larut.

Polisi Korban Bom Solo Naik Pangkat
 
Dua Mahasiswi UNS Diduga Ikut Gafatar, Hilang Sejak Desember
Istri Akbar Tanjung, Krisnina Maharani alias Nina Akbar Tanjung, menjelaskan sejarah Kasunanan Surakarta melalui buku karyanya yang berjudul Keraton Kasunanan, Kisah Kebangsaan dari Solo.

Menurut Nina berdasarkan hasil studi sejarahnya, Pemerintah pada dasarnya berhak dan berwenang turut campur urusan Keraton. Namun hal itu tak pernah terjadi sehingga rekonsiliasi keluarga Keraton Surakarta tak pernah terwujud.


“Hal ini dikarenakan minimnya pemahaman sejarah, yang semestinya dapat menjadi dasar pengambilan keputusan mengenai penyelesaian konflik suksesi keraton,” ujar Nina —yang merupakan warga asli Solo— melalui rilis pers tentang bukunya kepada
VIVA.co.id
belum lama ini.


Setelah Pakubuwana XII wafatnya, atau selama sebelas tahun, konflik Keraton Kasunanan seakan memang tidak berujung. Masing-masing pihak melakukan klaim terhadap kepemimpinan keraton. Hal itu berdampak pada pengelolaan bangunan keraton sebagai cagar budaya yang bermuatan pendidikan sejarah sekaligus pariwisata.

 

Bagi Nina, konflik yang terjadi semestinya tidak dipandang sebagai urusan internal keluarga keraton. Sebab, dalam sejarahnya, suksesi kepemimpinan keraton selalu ditentukan penguasa.

 

Pada masa pra-Indonesia, penguasa adalah pemerintah kolonial Belanda, yang aturan tertulisnya dapat ditemukan dalam buku Troonsopvolging in het rijk van Soerakarta (1851). Sedangkan sekarang, penguasanya adalah pemerintah Republik Indonesia.

 

Dalam konteks itu, pemerintah Republik Indonesia adalah pihak yang berkewajiban mengurus Keraton. Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988 tentang Status dan Pengelolaan Keraton Surakarta dan Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010.

 

Karena itu, melalui buku yang datanya ia kumpulkan dari sumber-sumber di Indonesia maupun Belanda, Nina berpendapat bahwa perselisihan kepemimpinan dan pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta dapat diakhiri dengan berpijak pada sejarah keraton.

 

Buku itu diluncurkan dengan memanfaatkan momentum Hari Kebangkitan Nasional sekaligus memperingati ulang tahun ke-15 Yayasan Warna Warni Indonesia yang Nina dirikan dan ia sebagai ketua.


Peluncuran buku di Museum Sejarah di Jakarta itu dikemas menarik dalam format acara Wisata Kota Tua dan penayangan book trailer. Dihadiri Ketua DPR RI Setya Novanto, Ketua DPD RI Irman Gusman, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan, Menteri Perdagangan Rahmat Gobel, mantan Ketua DPR RI Akbar Tandjung, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, anggota DPR RI Titiek Soeharto.

 

Hadir juga mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Wardiman Djojonegoro, sejarahwan Peter Carey, Salim Said, kerabat Keraton Kasunanan Surakarta, dan para pegiat kebudayaan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya