Mensos Usulkan Rumah Anak untuk Pengungsi Rohingya

anak-anak pengungsi rohingya di kuala langsa
Sumber :
  • REUTERS

VIVA.co.id - Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, masih memikirkan nasib anak yatim piatu dan sebatang kara para pengungsi Rohingya dan Bangladesh, yang saat ini ditampung di Aceh.

Mensos Sebut Porseka Bagian Revolusi Mental

Saat ini, Kemensos sedang melakukan upaya identifikasi terhadap anak yatim piatu yang terpisah dari keluarganya. Sebab, mereka yang kini bercampur di pengungsian sangat membutuhkan pola asuh yang lebih kondusif.

"Ketika saya ketemu (anak-anak) ini, saya selalu tanya orangtuanya mana, mereka bilang meninggal. Selalu saya tanya kakek neneknya di mana, om tante di mana, mereka pada posisi sebatang kara. Artinya, mereka membutuhkan recovery social dan pola asuh yang lebih kondusif," ujar Khofifah.

Mensos Heran Peredaran Narkoba Kian Marak di Madura

Khofifah menjelaskan, terkait pola asuh yang lebih kondusif untuk anak-anak di pengungsian, pihaknya sudah merancang beberapa solusi. Bahkan, sudah banyak pesantren yang telah memberikan penawaran kepada Kemensos untuk mengasuh mereka.

Bahkan, Kemensos sendiri sudah menyatakan siap mengurus sendiri anak-anak pengungsian itu, di lembaga yang dikelolanya.

Reaksi Kocak Kapolda Jatim Namanya Masuk Survei Pilkada

"Kemensos kan punya rumah perlindungan sosial anak (RPSA). Memang ini tempat pengasuhan dan save house bagi anak-anak," kata Khofifah.

Pasca identifikasi anak-anak ini selesai, lanjut Khafifah, pihaknya akan segera menyampaikan berbagai usulan itu pada Rapat Koordinasi (rakor) Menkopolhumkam dan rakor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan kebudayaan (PMK).

"Nanti posisi keputusan pemerintah seperti apa, intinya kita akan sampaikan," kata Khofifah.

Langkah pemerintah selanjutnya adalah terkait 'reunifikasi' terhadap para pengungsi asal dua negara tersebut. Berdasarkan pendataan, ada cukup banyak satu keluarga yang terpisah pengungsiannya di beberapa negara.

"Banyak ibu-ibu dari anak-anak ini yang kapalnya mendarat di Aceh, tapi suaminya ikut perahu yang akhirnya mendarat di Malaysia, " ujar Khofifah.

Para pengungsi di Aceh, lanjut Khofifah, juga sangat membutuhkan kebijakan berbeda. Ia melihat, baik pengungsian di Aceh Utara, Aceh Timur maupun Langsa, saat ini mereka sejatinya bercampur dalam satu lokasi. Meskipun secara teknis pengungsi Bangladesh maupun Rohingya telah dibedakan lokasinya.

Perbedaan kebijakan itu di antaranya, pengungsi asal Bangladesh masuk dalam kategori economic migrant. Sementara pengungsi asal Rohingya Myanmar datang sebagai pencari suaka.

Untuk solusinya, pengungsi Bangladesh akan dipulangkan ke negara asal, dibantu oleh lembaga international. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia juga sudah bertemu dengan International Organization for Migration (IOM). Jika identifikasi telah selesai, pemerintah Bangladesh bakal menyiapkan dokumen perjalanan pengungsi mereka.

"Maka kita telah siapkan tempat transit di Medan. Kalau mereka sudah selesai dokumennya, maka IOM hanya perlu waktu 2-3 hari untuk menyiapkan tiket kepulangan," jelasnya.

Untuk lokasi pengungsi Rohingya yang merupakan imigran pencari suaka, Khofifah menilai, jika pengungsi Bangladesh sudah pulang, maka pengungsi Rohingya yang berjumlah sekitar 1.759 orang bisa lebih leluasa.

Jika dibandingkan dengan tempat-tempat pengungsi yang lain, Khofifah melihat, bahwa lokasi yang ada sekarang cukup representatif. Mulai dari Mandi Cuci Kakus (MCK) yang cukup memadai, kecukupan logistik, dukungan kesehatannya cukup, recovery sosial juga sudah berjalan, dan tempat mereka berlindung juga dinyatakan cukup.

"Kalau komitmen pemerintah, setahun. Semisal mereka sampai setahun, maka pengungsiannya di situ cukup representatif sebagai tempat standar pengungsian," ujar Khofifah. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya