Pilkada Cuma Diikuti Satu Pasang Calon, Mengapa Tidak?

Pilkada Makassar
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yusran Uccang

VIVA.co.id - Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Haryadi, berpendapat, wacana Pilkada boleh diikuti satu pasang calon layak dikaji. Alasannya, pertama, demi menghemat anggaran karena tak perlu pemungutan suara alias aklamasi. Kedua, menghindari keberadaan calon boneka atau kandidat yang direkayasa dicalonkan hanya demi memenuhi amanat undang-undang.

Risma: Jerman Sumbang Rp1,5 Triliun untuk Bangun Trem

Haryadi menyampaikan itu menanggapi wacana yang digulirkan Ketua PDIP Kota Surabaya, Whisnu Sakti Buana, yang mengusulkan Pilkada Kota Surabaya diikuti satu pasang calon saja.

Whisnu mewacanakan mengusung satu pasangan calon, yakni Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana. Soalnya, sejauh ini tak ada calon dari jalur perseorangan (nonpartai politik) yang mendaftar ke KPU, sehingga dimungkinkan hanya ada satu pasang kandidat.

Ahok Sewot Jakarta Disebut Berantakan Dibanding Surabaya

“Saya menilai ini gagasan alternatif untuk antisipasi jika benar-benar hanya ada satu pasangan calon di Surabaya. Gagasan ini patut diapresiasi jika tujuannya baik untuk menghemat anggaran rakyat,” ujar Haryadi kepada VIVA.co.id, Rabu, 17 Juni 2015.

Menurut Hariyadi, kalau memang di suatu daerah hanya ada satu pasang calon yang mendaftar, tak perlu dipaksakan sampai ada paling sedikit dua pasang. Kalau dipaksakan, itu berpotensi muncul calon boneka yang didaftarkan cuma demi memenuhi perintah undang-undang. Calon boneka atau lawan pura-pura itu pun akan menghabiskan anggaran.

Siswa SD Menangis Agar Risma Tak Jadi Calon Gubernur Jakarta

Wacana itu, kata Haryadi, dimaksudkan bisa berkembang secara nasional. Itu upaya Whisnu mengantisipasi bila benar hanya ada satu pasangan calon (Risma-Whisnu), lebih baik aklamasi daripada harus mengeluarkan biaya begitu besar untuk Pilkada.

“Belum lagi, kalau harus menghadirkan calon bayangan yang seolah-olah jadi lawan, pasti juga keluarkan biaya besar. Belum lagi partai-partai yang lain pasti minta partisipasi,” katanya.

Gagasan itu cukup masuk akal bila dimaksudkan untuk mengakomodasi daerah-daerah yang tidak ada pesaingnya. Namun tentu tidak boleh dipaksakan untuk diterapkan di Pilkada Kota Surabaya 2015.

“Tugas Whisnu sekarang mendorong gagasan itu menjadi perubahan undang-undang. Maka harus disalurkan saja ke pembuat undang-undang. Tentunya, Whisnu juga harus mencoba meyakinkan partainya tentang diskursus ini. Anggota DPR dari PDIP terlebih dahulu yang harus dimintai tolong,” katanya menambahkan.

Hemat anggaran

Sebelumnya, Whisnu Sakti Buana, pada Selasa, 16 Juni 2015, mengumpulkan pimpinan partai politik di Surabaya. Dia membuka wacana bersama tentang rumusan mengusung satu pasangan calon, yakni Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana, dalam Pilkada 2015. PDIP menilai, bila gagasan ini terwujud, bisa menghemat dana Pilkada sebesar Rp71 miliar dan bisa menjadi contoh aturan baru.

Whisnu mengatakan, dalam pertemuan itu juga dibahas bahwa partai politik masih menjadi legitimasi demokrasi. Sebab, pembukaan calon perseorangan yang ditutup pada 15 Juni 2015, tidak ada satu pun pasangan calon perseorangan yang mendaftar.

Whisnu menyadari, Undang-Undang dan Peraturan KPU mengamanatkan bahwa untuk bisa digelar Pilkada harus minimal ada dua pasangan calon. Namun PDIP juga menilai bahwa demokrasi Pancasila yang mengedepankan musyawarah mufakat adalah aturan yang lebih tinggi dalam undang-undang.

“Sudah tidak saatnya memunculkan calon bayangan. Itu sama saja menghadirkan ludruk (drama komedi tradisional Jawa Timur) di tengah rakyat. Kalau tidak ada calon lagi, ya, kita musyawarah mufakat,” katanya.

Melawan Undang-Undang

KPU mengganggap wacana itu berpotensi melawan konstitusi dan undang-undang. Komisioner KPU, Arief Budiman, menjelaskan, dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah jelas disebutkan pemilihan kepala daerah sekurang-kurangnya harus diikuti dua pasangan calon.

KPU kemudian menerjemahkan klausul dalam undang-undang itu dalam Peraturan KPU yang pada pokoknya Pilkada harus diikuti paling sedikit dua pasang calon. Kalau sampai batas waktu tertentu hanya ada satu pasang calon yang mendaftar, KPU wajib membuka kembali kesempatan untuk pendaftaran sampai didapat sedikitnya dua pasang calon.

“Apabila sampai masa akhir pendaftaran hanya ada satu pasangan calon, KPU akan melakukan perpanjangan. Masa perpanjangan itu akan dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri,” ujar Arief ditemui VIVA.co.id di Surabaya, Selasa malam, 16 Juni 2015.

Arief menegaskan, jika ada kekuatan politik yang tetap berkukuh menggulirkan hanya ingin satu pasangan calon, itu tindakan di luar hukum. Jika proses pilkada tidak sesuai aturan hukum, itu tidak bisa disebut pilkada. Maka, jika tidak ada dua pasangan calon sampai pendaftaran ditutup, KPU akan membuka masa pendaftaran paling lama tiga hari. Jika masih tidak ada, dilakukan perpanjangan lagi.

“Masa pendaftarannya tiga hari. Waktunya tidak boleh terlalu jauh. Kalau tidak dapat dua calon, mekanismenya harus diperpanjang lagi. Kalau bukan dua pasangan calon maka bukan Pilkada namanya.”

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya