Kamar Itu, Saksi Bisu Jeritan Engeline Menahan Sakit

Seorang siswa SD menyampaikan karangan bunga untuk Angeline
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Maulana Surya
VIVA.co.id
Pembunuh Engeline Dituntut 12 Tahun Penjara
- Sebelum ditemukan dalam kondisi tak bernyawa mengenaskan dalam lubang kematian di belakang rumah ibu angkatnya, Engeline diduga sudah sering menahan rasa sakit yang tak terhingga.

Pembunuhan Engeline, Agus Tay Dituntut 12 Tahun Penjara

Seperti yang diungkapkan Yuliet Christien, satu dari tiga saksi hidup yang dipanggil penyidik Polda Bali untuk mengungkap kasus kekerasan yang dialami Engeline semasa hidupnya.
Menteri Yohana Dukung Pembuatan Film Bocah Engeline


Yuliet menuturkan, ia dan anaknya pernah tinggal bersama dengan Engeline dan Margriet di Jalan Sedap Malam, Denpasar, Bali. Meski tidak lama, tapi banyak cerita memilukan yang akhirnya menjadi sebuah kisah yang selalu terkenang di benaknya hingga saat ini.

Yuliet menceritakan, semasa hidupnya, Engeline sudah mengalami kekerasan fisik yang luar biasa. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya luka lebam yang tertoreh di tubuh mungilnya.

Memang, Engeline selalu menutup rahasia penderitaannya itu kepada siapa pun. Tapi, di waktu-waktu tertentu, Engeline kerap meluapkan rasa sakit di tubuhnya dengan menjerit kesakitan di dalam kamarnya, dan hanya kamar itu yang menjadi saksi jeritan Engel.

"Ada banyak luka lebam. Tapi, dia itu tidak pernah bilang. Saya hanya dengar teriakan (Engeline) saja dari dalam kamarnya," kata Yuliet di Polda Bali, Kamis 18 Juni 2015.

Engeline hanya mau berkeluh kesah tentang apa yang ia alami, kepada anak seusianya. Salah satunya kepada Abel, anak Yuliet yang satu itu juga ikut tinggal bersama di rumah itu.


Sementara, pengakuan tak kalah miris disampaikan Loraine, tante dari Yuliet yang juga pernah tinggal bersama Engeline di rumah Margreit. Loraine menuturkan, semasa hidupnya, Engeline bagai seorang anak jalanan yang tak kenal rumah.


Tubuhnya kotor, bajunya kumuh dan dari tubuh mungilnya tak lepas dari aroma tak sedap.


"Dia (Engeline) kotor, saya akui itu. Dari jauh (Margriet telepon) tolong cucikan bajunya, saya cucikan. Saya rapikan dia ke sekolah. Saya kepang, saya potong rambutnya," katanya.


Loraine menilai, Margreit telah mengubah karakter periang yang ada dalam diri Engeline menjadi seorang anak pendiam yang selalu dilanda ketakutan dan kecemasan.


"Dia bukan, bukan pendiam. Dia tertekan dari ibunya. Dia juga tidak pernah berbohong, anak jujur. Dia itu anak pintar," kata Loraine.


Selanjutnya... Margreit Lebih Sayang pada Anjing...




Margreit Lebih Sayang pada Anjing


Tak hanya Loraine dan Yuliet yang menjadi saksi derita hidup Engeline, tapi juga pria bernama Francky Alexander Maringka. Francky mengungkapkan, Engeline selalu dipaksa untuk bekerja oleh Margriet, meskipun bocah itu sudah lelah.


Setiap hari, Engeline memiliki tugas khusus di rumah itu. Sejak pagi hari, ia harus membersihkan rumah dan juga memberi makan ayam dan anjing milik Margriet.


Suatu pagi, Francky pernah melihat Engeline tengah sibuk bekerja, padahal saat itu jam masuk sekolah sudah berlalu.


"Saya sendiri sering mengingatkan Engeline untuk bergegas mandi karena mesti pergi ke sekolah. Tapi, dia bilang nanti dulu, mama belum suruh," papar Francky, Kamis 18 Juni 2015.


Setelah selesai bekerja, Engeline baru mandi dan mulai berangkat ke sekolah. Dalam kondisi tubuh lelah, Engeline harus berjalan kaki menuju ke sekolahnya. Dan hal yang sama dilakukan Engeline ketika pulang sekolah.


Namun, meski telah lelah bekerja, belum tentu Engeline akan mendapatkan makan dari Margriet. Menurut Francky, Engeline baru bisa mendapatkan jatah makan sesuai dengan hasil kerjanya setiap hari.


"Kalau dia kerjanya bagus, baiklah nasibnya. Dapat makan pagi dan malam. Tapi, kalau tidak, ya sekali saja makannya," katanya


Tapi, makan satu kali dalam sehari tetap saja tidak ada artinya bagi pertumbuhan tubuh Engel. Bahkan, tubuh bocah mungil berwajah manis itu kian hari semakin kurus.


Karena, Margriet tak pernah memberi anak angkatnya itu dengan makanan yang layak dan mengandung gizi yang cukup.


Menurut Francky, Margreit bukan keluarga yang kekurangan dalam hal kebutuhan pokok. Sebagai contoh, di dalam lemari pendingin yang ada di dalam rumah itu dipenuhi berbagai makanan dan bahan makanan. Sayangnya, tak satu pun dari makanan itu yang bisa diberikan ke Engeline.


"Banyak sekali terisi daging ayam, daging sapi, ada ikan serta makanan bergizi lainnya. Tapi, itu untuk persediaan makanan anjing. Engeline ya makan bakwan jagung," ujar Francky.


Selanjutnya... Dipukuli Pakai Bambu Hingga Pecah...




Dipukuli Pakai Bambu Hingga Pecah


Francy mengatakan, selama ia bekerja di rumah Margreit di Jalan Sedap Malam, Denpasar, Bali. Kekerasan bukan sebuah peristiwa yang langka dilihatnya sehari-hari.


Karena, hampir setiap hari, ada saja perlakuan kasar dan tindak kekerasan yang dilayangkan Margreit kepada bocah berusia delapan tahun itu. Tangan bukan lagi barang baru dalam setiap tindak kekerasan itu, lebih kejam dari itu, bilah-bilah bambu pun pernah melayang ke tubuh Engeline.


"Ia dipukuli sampai bilah bambu itu pecah," kata Francy.


Pria yang mulai bekerja di rumah Margreit terhitung sejak Desember 2014 itu, terpaksa meninggal pekerjaannya dan memilih pulang ke kampung halamannya pada Maret 2015 karena tak tahan lagi menyaksikan kekerasan-kekerasan yang diterima Engeline.


Bahkan, Francy mengatakan sempat ingin membawa pergi Engeline dari rumah itu dengan tujuan agar gadis kecil itu terbebas dari penderitaan.


"Hidup damai tanpa melihat kekerasan, saya sempat ingin membawa Engeline pergi," katanya.


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya