Mendagri Tak Setuju Kepala Daerah Mundur Tanpa Alasan

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andika Wahyu
VIVA.co.id -
PDIP Masih Cari Momentum Baik untuk Umumkan Cagub DKI
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, mengaku tidak akan menyetujui pengajuan pengunduran diri sejumlah kepala daerah. Pengunduran diri itu diduga erat kaitannya dengan pilkada karena aturan baru bahwa calon yang maju tidak boleh punya hubungan kerabat dengan pejabat
incumbent
Ahok Tak Sudi Disebut Petugas Partai
atau yang sedang menjabat.
KPUD DKI Akui Syarat Jalur Independen Sulit

"Mundurnya kepala daerah itu sepanjang sudah mendapatkan persetujuan paripurna DPRD, saya mau enggak mau harus menyetujui. Kepala daerah yang mengajukan mundur itu tidak pernah menyebutkan alasan kenapa dia mundur," kata Tjahjo di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis 18 Juni 2015.


Tidak adanya alasan itu, semakin membuat Tjahjo curiga. Karena, kalau alasan lain seperti ada masalah hukum maupun penyakit yang membuatnya tidak bisa bekerja, dapat dimaklumi.


"Contoh, Kutai Timur, Isran Noor itu, dia enggak ada alasan. Pokoknya saya mundur saja. Di balik itu kan kita nggak tahu," kata mantan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.


Tjahjo mencatat, saat ini ada sekitar empat kepala daerah yang mengajukan pengunduran diri. Dia tetap meminta apa alasannya meskipun ada isu terkait aturan pilkada.


"Walaupun tidak tersurat, tapi dari sumber yang saya dapat, ya saya
pending
dulu, tunggu dulu MK bagaimana," katanya.


Dia meminta, kepala daerah itu memperhatikan sumpah janji mereka. Bahwa akan mengabdi hingga masa akhir jabatan yakni lima tahun.


"Ini tidak berhalangan tetap, tapi dia punya maksud tertentu, kan enggak baik mengorbankan tata pemerintahan," katanya.


Hingga kini, ada tiga kepala dan atau wakil kepala daerah yang hendak mundur. Diduga, agar keluarganya bisa maju pada pilkada, yakni Wali Kota Pekalongan Basyir Ahmad, Bupati Ogan Ilir Mawardi Yahya, dan Wakil Wali Kota Sibolga Marudut Situmorang.


Aturan yang baru, pada Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, disebutkan bahwa calon kepala/wakil kepala daerah tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan
incumbent.


Maksud konflik kepentingan yaitu
incumbent
berhubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu. Kecuali, telah melewati jeda satu kali masa jabatan. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya