- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin
VIVA.co.id - Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin mendukung keputusan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan uji materi Undang-Undang Perkawinan terkait pernikahan beda agama.
Menurut Lukman, putusan MK itu sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang religius. "Itu putusan yang patut kita syukuri, karena itu mencerminkan keindonesiaan kita," kata Lukman saat ditemui di kantornya, Gedung Kemenag, Senin 22 Juni 2015.
Di Indonesia, kata Lukman, pernikahan bukanlah persoalan hukum semata, tapi juga peristiwa yang sakral dan tidak bisa dipisahkan dari agama itu sendiri. "Bahkan pernikahan itu adalah ibadah," ujar dia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pernikahan resmi mendapat pengakuan negara dengan dicatat dalam akta nikah negara dan dilakukan menurut agama yang bersangkutan.
Majelis Konstitusi sebelumnya menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Salah satu poin uji materi yakni Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan diajukan oleh lima mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia yakni, Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, Anbar Jayadi, serta Luthfi Sahputra pada September 2014.
"Perkawinan tidak boleh hanya dilihat dari aspek formal semata tapi juga harus dilihat dari aspek spiritual dan sosial," kata Hakim MK, Anwar Usman dalam dasar pertimbangannya, Kamis, 18 Juni 2015.
Majelis Hakim juga menyatakan bahwa agamalah yang menetapkan tentang keabsahan perkawinan, sedangkan undang-undang hanya menetapkan keabsahan administratif yang dilakukan oleh negara.
"Negara berperan memberikan pedoman untuk menjamin kepastian hukum kehidupan bersama dalam tali ikatan perkawinan. Secara khusus negara berperan untuk memberikan perlindungan, untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah yang merupakan wujud dan jaminan keberlangsungan hidup manusia," ujar Anwar menambahkan.