Karena Bubur Ini, Warga Solo Rela Mengantre

Bubur Samin di Masjid Darussalam, Jayengan, Solo.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Fajar Sodiq
VIVA.co.id -
Lebaran 2015, Pendapatan PT KAI Melebihi Target.
Setiap Ramadhan tiba, pengurus Masjid Darussalam, Jayengan, Serengan, Solo, selalu menyajikan menu buka puasa yang sangat khas, yakni bubur samin. Bubur tersebut awalnya merupakan sajian berbuka bagi warga perantau dari Martapura, Kalimantan Selatan, yang tinggal di Kampung Jayengan.

Pengguna KRL Naik 26 Persen Selama Libur Lebaran

Pantauan
Mayoritas Pemudik dari Sumatera Sudah Kembali ke Jawa
VIVA.co.id, proses memasak bubur samin atau atau bubur banjar dimulai sekitar pukul 11.00 WIB. Proses pembuatan bubur tersebut lumayan cukup lama karena harus diaduk secara terus-menerus. Setiap kali memasak dibutuhkan beras sekitar 45 kilogram.


Selain beras, bahan untuk pembuatan bubur itu meliputi santan kelapa, sayur mayur, daging sapi, dan susu. Semua bahan itu dimasukkan ke panci berukuran besar untuk diaduk menjadi bubur. Proses memasak bubur tersebut baru selesai sekitar pukul 15.00 WIB.


Setelah salat ashar, bubur tersebut mulai dibagikan kepada warga masyarakat yang ingin menikmati lezatnya bubur Banjar khas perantau dari Martapura itu. Mereka pun rela mengantre untuk bisa mendapatkan bubur samin. Biasanya warga sudah membawa rantang maupun maupun mangkuk untuk dibawa pulang.


Ketua Takmir Masjid Darussalam, Jayengan, Muhamad Rosyidi Muchdlor, mengatakan bahwa setiap bulan Ramadhan pengurus Masjid Darussalam selalu melakukan pembagian bubur samin untuk menu buka puasa. Selain dibawa pulang, bubur samin juga disajikan untuk buka bersama di masjid.


"Setiap hari itu ada 1.000 porsi bubur samin. 800 porsi untuk dibagikan kepada warga, sedangkan sisanya untuk takjil buka bersama di masjid," kata dia.


Bubur samin, dijelaskan dia, merupakan bubur Banjar di daerah Martapura, Kalimantan Selatan. Seperti diketahui bahwa di daerah Jayengan merupakan tempat tinggal para perantau dari Kalimatan yang berjualan batu permata pada tahun 1900-an.


"Pusatnya orang perantau asal Martapura saat itu ya di Jayengan sini. Dulu awalnya mendirikan musala, terus masjid pada tahun 1965," ujarnya.


Setelah itu, di masjid tersebut mulai menyediakan sajian takjil bubur samin khusus untuk jamaah masjid. Hanya saja mulai tahun 1985, bubur samin dibagikan kepada masyarakat yang ingin merasakannya untuk dibawa pulang.


"Kalau warga yang datang ke sini untuk mendapatkan bubur samin itu berasal dari Solo dan luar Solo. Mereka setiap kali Ramadhan biasanya datang ke sini untuk bisa mendapatkan bubur samin," tuturnya. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya