Kisah Sultan Banten Beristri 200 Wanita Cantik

Urban Legend
Sumber :

VIVA.co.id - Legenda unik dan menarik bertebaran di tanah Banten. Kisah-kisah ini seputar kehidupan di istana kerajaan Banten. Selain kesaktian seorang Sultan, terdapat pula legenda yang melingkupi kehidupan pribadinya.

VIDEO: Debus, Kesenian Tradisional Masyarakat Banten

Sultan Banten ke 18 yaitu Sultan Abdul Mahasim konon dikabarkan memiliki istri sekitar 200 orang. Sebagai seorang Sultan, dia tidak pernah di istana. Pemerintahan diserahkan kepada menteri-menterinya.

"Sultan itu memiliki hobi berkelana dari satu daerah ke daerah lain sampai ke Jawa Timur. Ketika tiba di suatu daerah, dia mencari istri sambil membina beberapa warga setempat. Setelah sebulan dua bulan istrinya sudah mengandung, dia pergi lagi berkelana," H. Tubagus Fathul Adzim Chatib, keturunan Sultan Maulana Hasanudin yang tinggal di kompleks Masjid Agung Banten di Banten Lama.

Ketua DPRD Minta Pemprov DKI Perbaiki Kualitas APBD, Singgung Permukiman Kumuh

Ia memiliki cerita unik. Ketika dia menjadi santri di Malang, Kiai di pesantren itu bercerita perihal asal-usulnya. Dia mengatakan, bahwa para ulama di Jawa Timur jika diurut asal-usulnya adalah keturunan dari Banten.

"Kok bisa begitu?Iya pada jaman dulu ada seorang tokoh dari Banten yang memiliki hobi mencari istri dari daerah-daerah. Keturunan dari tokoh itu banyak yang menjadi ulama," ujar Fathul.

Kapan Bumi Kiamat?

Mendengar penjelasan tadi, Fathul ingat kepada leluhurnya Sultan Abdul Mahasim. Kemudian Fathul diberi satu nama salah satu ulama besar yaitu mbah Suminde di Pasuruan. Dia lalu menyempatkan diri ziarah, menginap ke makam itu. "Saya juga merasa seperti ada kontak batin dengan ahli kubur di situ, seperti di tempat sendiri," kata Fathul.

Dia juga pernah bertandang ke Pesantren Lirboyo ke Kiai Idris, kakaknya Gus Maksum. Ketika masuk rumah Kiai Idris terdapat ulama-ulama lain sedang mengobrol. Setelah memperkenalkan diri sebagai orang Banten, seakan-akan tamu lain dibiarkan saja. Kiai Idris asyik bercerita dengan dirinya. Dia kemudian menunjukkan bagan silsilah keturunannya. Dari kakeknya yang keempat atau kelima namanya Ujang Soleh. Fathul heran dan bertanya. "Kok orang Jawa timur memakai nama Ujang?”

Selanjutnya... Sayembara Putri Cantik...




Sayembara Putri Cantik

 
Kiai Idris lalu bercerita, dulu seorang Wedana Kediri mempunyai seorang anak perempuan. Puteri itu telah berumur tapi belum menikah, karena suka pilih-pilih calon suami. "Saya ingin calon suami yang sakti dan gagah. Ukurannya jika mampu mengatasi pengawal ayah, baru saya mau menjadi istrinya,"kata puteri itu. Akhirnya dibuat sayembara untuk memperebutkan puteri itu.

Tentu saja banyak yang mendaftar supaya dapat mempersunting puteri Wedana yang cantik. Tapi ternyata tidak ada yang mampu mengalahkan pengawal tadi. Wedana itu telah kebingungan karena pengawalnya tak terkalahkan. Setelah hampir putus asa, datang seorang laki-laki. Baru saja beratatap muka, pengawal yang perkasa itu langsung bertekuk lutut. Menyerah pada laki-laki itu. Terkejutlah Wedana melihat pengawalnya menyerah tanpa perlawanan.

"Pengawal kamu kok menyerah begitu saja!"kata Wedana.

"Gimana saya mau melawan, dia guru saya, yang melatih saya ilmu kanuragan!", kata pengawalnya.

"Siapa namanya?"ujar Wedana bertanya.

"Ujang Soleh!" kata pengawal menjawab.

"Tinggal dimana?" kata Wedana kembali bertanya.

"Pinggir kali!," ujar pengawal singkat.
 
Akhirnya anak Wedana itu dikawinkan dengan Ujang Soleh.
 
Kiai Idris itu menjelaskan dirinya pernah menelusuri garis keturunan Ujang Soleh sampai ke Bogor. Di kota hujan itu ketemu asal-usul Ujang Soleh. Karena telah lelah, tidak diteruskan ke Banten, akhirnya terputus di Bogor. Di sana nama Ujang Soleh dikaitkan dengan nama Ki Hasan Kamil, tokoh persilatan.

"Saya mempunyai keyakinan, Sultan Abdul Mahasim alias Ujang Soleh, alias Ki Hasan Kamil adalah satu orang. Demikian pula Mbah Sumende adalah orang yang sama pula," kata Pengasuh Pesantren Masarratul Muhtajin Banten.

Bahkan, di Surabaya ada suatu komunitas masyarakat menyandang nama Tubagus. Salah satu Tubagus dari Surabaya itu menelusuri asal usulnya sampai ke Banten bertemu Fathul. Tubagus dari Surabaya itu menerangkan,  setiap Bulan Syawal, keluarga besar mereka mengadakan halal bihalal. Mereka berkeyakinan bahwa leluhurnya adalah Mbah Juminten. "Mungkin mbah Juminten ini juga Sultan Abdul Mahasim," kata Fathul.

Makam Sultan Abdul Mahasim ini di Pandegelang. Di sana lebih dikenal dengan nama Ki Buyut Makacing. Istilah itu penyebutan nama yang keseleo lidah dari nama Abdul Mahasim. "Sampai sekarang anak cucunya beberapa ribu, istrinya saja 200 orang."

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya