Mengenal Lokasi Pertemuan Raja Surakarta dan Ratu Kidul

Panggung Sangga Buwana.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Dody Handoko

VIVA.co.id - Keraton Kasunanan didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II pada tahun 1744 sebagai pengganti Keraton Kartasura yang berantakan akibat Geger Pecinan 1743. Keraton terakhir Kasultanan Mataram ini didirikan di Desa Sala, sebuah pelabuhan kecil di tepi barat Bengawan Sala.

Setelah resmi istana Kasultanan Surakarta selesai dibangun, nama desa itu diubah menjadi Surakarta Hadiningrat. Di keraton terdapat bangunan bernama Panggung Sangga Buwana.

Ini adalah bangunan berbentuk menara yang berada di dalam lingkungan kedhaton Keraton Kasunanan Surakarta. Pada puncak bangunan Panggung Sangga Buwana yang berbentuk seperti topi bulat terdapat sebuah hiasan seekor naga yang dikendarai oleh manusia sambil memanah.

Menurut Babad Surakarta, hal itu bukan sekadar hiasan semata tetapi juga dimaksudkan sebagai sengkalan tahun pendirian.

Menara ini didirikan oleh Sri Susuhunan Paku Buwono (PB) III pada tahun Jawa 1708 (1782 Masehi). Tahun pembuatannya diberi pertanda untuk memudahkan mengingatnya, dengan sengkalan milir: "Naga Muluk Tinitihan Janma" yaitu tahun 1708 atau sengkalan milir yang menandakan nama menara tersebut, yaitu "Panggung Luhur Sinangga Buwana", yang juga memiliki makna tahun 1708.

Pada Panggung Sangga Buwana masih didapati sebuah sengkalan milir yang pada zaman penjajahan Belanda dirahasiakan adanya. Sebab, diketahui sengkalan terakhir ini berupa sebuah ramalan tentang tahun kemerdekaan Indonesia, sehingga jelas akan menimbulkan bahaya apabila diketahui oleh Belanda.

Sengkalan rahasia yang dimaksud adalah terletak pada puncak atas panggung yang telah disinggung yaitu Naga Muluk Tinitihan Janma. Bentuk dari hiasan tersebut adalah manusia yang naik ular naga tengah beraksi hendak melepaskan anak panah dari busurnya, sedangkan naganya sendiri digambarkan memakai mahkota.

Hal ini merupakan sabda terselubung dari Sunan PB III. Seorang pujangga Keraton Surakarta bernama Rng. Yosodipuro, mengartikan sengkalan itu ternyata sesuai dengan ramalan tahun kemerdekaan bangsa Indonesia adalah tahun 1945.

Panggung Sanggabuwana memiliki tinggi sekitar 30 meter, dan memiliki 4 tingkat. Pada tingkat 3, menghadap ke utara, terdapat sebuah jam besar yang dapat berbunyi sendiri.

Pada tingkat yang paling atas, digunakan untuk bermeditasi, sesaji, berinteraksi dengan sukma kasarira (Ratu Rara Kidul), dan melihat pemandangan kota sekitarnya.

Secara mistik kejawen, Panggung Sangga Buwana dipercaya sebagai tempat pertemuan raja-raja Surakarta dengan Kanjeng Ratu Rara Kidul. Oleh karena itu, letak Panggung Sangga Buwana tersebut persis segaris lurus dengan jalan keluar kota Solo yang menuju ke Wonogiri.

Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI

Konon, menurut kepercayaan, hal itu memang disengaja sebab datangnya Ratu Kidul dari arah Selatan.

"Sampai sekarang Sangga Buana masih difungsikan untuk semedi raja dan bertemu Ratu Rara Kidul," ujar abdi dalem keraton, Purwanto.

Selain berfungsi sebagai tampat meditasi, panggung Sangga Buwana juga dijadikan sebagai sarana pengontrol keadaan sekitar keraton, mengingat bangunannya yang lebih tinggi dari bangunan sekitar.

Menara ini pernah terbakar pada 19 November 1954, lalu dibangun kembali dan selesai pada 27 Rabingulawal 1891 atau 30 September 1959.

Sebelum terbakar, bentuk atapnya dinamai tutup saji, yaitu atap yang berbentuk hasta wolu atau segi delapan. Namun sekarang, bentuknya dibuat seperti payung yang sedang terbuka.

Skesta arwah

Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol

Aneh tapi nyata, namun begitulah faktanya.

img_title
VIVA.co.id
19 Januari 2016