Penanganan Kasus Bank Century 'Jalan di Tempat'

Sidang Lanjutan Budi Mulya
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id
Integritas Firli Bahuri dan Komitmen Penegakan Hukum Irjen Karyoto
- Perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, hingga saat ini masih belum ada perkembangannya.

KPK Periksa Keponakan Surya Paloh

Padahal, perkara yang menjerat mantan Deputi Gubernur Bank lndonesia, Budi Mulya kini telah berkekuatan hukum tetap. Pada putusannya, Budi Mulya disebut melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan sejumlah pihak.
KPK Setor Uang ke Kas Negara Rp1,1 Miliar dari Eks Pejabat Muara Enim


Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Kristiana menyebut pengembangan perkara ini masih menjadi perdebatan di dalam internal lembaga anti rasuah itu.

"Putusan luar biasa, ada figur-figur yang disebutkan dan tindak lanjutnya nampaknya masih dalam perdebatan, antara pihak-pihak yang menangani perkara dan belum dirumuskan kebijakannya. Apakah segera ditindaklanjuti, atau segera dikaji lagi," kata Yudi, Selasa 30 Juni 2015.


Yudi mengakui, dengan putusan pengadilan tersebut, maka pihak-pihak yang disebut ikut melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama itu dapat diminta pertanggungjawaban hukum.


"Konteksnya adalah pertanggungjawaban pidana. Artinya, orang-orang yang disebut bersama-sama terhadap yang bersangkutan secara hukum bisa dimintai pertanggungjawaban pidana," ujar dia.


Menurut Yudi, biasanya setelah putusan pengadilan, Jaksa akan membuat nota dinas kepada pimpinan mengenai pihak-pihak lain yang dapat diminta pertanggungjawaban hukum. Nota dinas tersebut, biasanya akan ditindaklanjuti dalam sebuah gelar perkara.


"Terhadap yang bersangkutan dapat dimintai pertangungjawaban dan ditindaklanjuti dengan ekspose perkembangan penanganan perkara. Yang punya kekuatan hukum, eksposelah yang menentukan apakah ditindaklanjuti, atau tidak karena nanti dikaji objektif keterlibatan seseorang," kata Yudi.




Diketahui, dalam dakwaan Primair Budi Mulia, dia disangkakan telah melakukan perbuatan melawan hukum secara bersama-sama yang dinilai telah merugikan keuangan negara sebesar Rp689,394 miliar, dan dalam proses pemberian FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sebesar Rp6,762,361 triliun.


Perbuatan terdakwa sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.


Sementara itu, dalam dakwaan Subsider, Budi Mulya diancam telah melakukan penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau saran yang ada padanya karena jabatan, atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara, atau perekonomian negara.


"Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana," ujar Jaksa Titik Utami saat membacakan surat dakwaan milik Budi Mulia.


Terkait penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, Budi didakwa bersama-sama dengan mantan Deputi Gubernur Bidang 3 BI, Hartadi A Sarwono, mantan Deputi Gubernur Bidang 5 BI, Muliaman D. Hadad, mantan Deputi Gubernur Bidang 8 BI, Ardhayadi M, serta Raden Pardede selaku Sekretaris KSK.


Sementara terkait FPJP Century, Budi turut bersama-sama dengan mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono, mantan Deputi Gubernur Senior BI, Miranda Swaray Goeltom, mantan Deputi Gubernur Bidang 6 BI, Siti Fadjriah, mantan Deputi Gubernur Bidang 7 BI, Budi Rochadi, mantan Pemilik Bank Century, Robert Tantular, dan Harmanus H Muslim.


Selain itu, Budi diduga melakukan, atau turut serta melakukan beberapa perbuatan berlanjut secara melawan hukum. Budi juga dianggap memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.


Pada putusan Pengadilan Negeri Tindak pidana korupsi, Budi diputus bersalah dan dijatuhi pidana penjara selama 10 tahun, serta denda Rp500 juta dan subsider lima bulan kurungan.


Pengadilan Tinggi DKI Jakarta kemudian memperberat hukuman terhadap Budi menjadi 12 tahun penjara dengan pidana denda yang sama.


Mahkamah Agung kemudian memperberat hukuman terhadap mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu menjadi 15 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar subsidair delapan bulan kurungan. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya