YLKI: Banyak Pembalut Wanita Mengandung Kimia Berbahaya

Ilustrasi pembalut
Sumber :
  • iStock

VIVA.co.id - Bagi Anda para perempuan harus ekstra hati-hati memilih pembalut dan pantyliner.

Efek Penggunaan Produk Kewanitaan untuk Kesehatan

Sebab, hasil penelitian yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menunjukkan, hampir seluruh pembalut dan pantyliner yang ada di pasaran mengandung zat kimia berbahaya. 

Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi, menjelaskan zat kimia tersebut adalah klorin. Pembalut wanita yang mengandung klorin berisiko tinggi terhadap reproduksi kesehatan wanita, termasuk keputihan, gatal-gatal, iritasi, dan menyebabkan kanker. 
Dokter, Amankah Menggunakan Pembalut yang Wangi?

"Dari penelitian, ternyata pembalut yang banyak beredar di pasaran itu pada dasarnya tidak 100 persen kapas murni, tetapi terdiri dari campuran bubuk kayu dan limbah pakaian yang mengandung klorin," kata Tulus di Kantor YLKI, Pancoran, Jakarta, Selasa 7 Juli 2015.
Heboh Bahaya Pembalut Berklorin, Apa Kata Dokter?

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 472/MENKES/PER/V/1996 tentang pengamanan bahan berbahaya bagi kesehatan, mencantumkan bahwa bahan kimia klorin bersifat racun dan iritasi.

Klorin biasa digunakan sebagai pemutih pada proses produksi kertas, pakaian dan sejenisnya.

Dari sembilan sampel pembalut dan tujuh sampel pantyliner yang diuji YLKI, semuanya positif mengandung kadar klorin. Baik produk lokal maupun impor. Bahkan di antaranya terdapat merek-merek terkenal, seperti Charm, Kotex, Softex, Laurier, dan VClass. 

Terkait temuan ini, konsumen diminta lebih teliti membeli produk pembalut atau pantyliner dengan memperhatikan komposisi pembalut. FDA (Badan POM Amerika Serikat) menetapkan standar pembalut/pantyliner yang baik tidak mengandung Klorin.

"Produsen diharapkan dapat meningkatkan kualitas produknya, sehingga tidak membahayakan masyarakat," ujar Tulus.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggambarkan keberadaan klorin dalam pembalut dan pantyliner berdasarkan uji labolatorium. Pembelian sampel dilakukan pada Desember 2014 dan Januari 2015 dari ritel moderen, agen dan toko.

Metode uji laboratorium yang digunakan yaitu secara spektrofotometri yang dilakukan di laboratorium TUV NORD Indonesia yang telah terakrediatasi. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya