Kisah Bubur Panas Pangeran Sambernyawa

Cover buku Pangeran Sambernyowo
Sumber :
  • Cover buku Kepahlawan dan Inspirasi.

VIVA.co.id - Dalam catatan harian Mangkunegara I diceritakan kisah bubur panas. Alkisah, pada sebuah gubuk di perkampungan kecil di daerah Rembang, Pangeran Sambernyawa singgah untuk rehat.

Kedekatannya dengan rakyat, membuat Raden Mas Said (nama kecil Pangeran Sambernyawa) tak segan makan bubur jenang katul yang dihidangkan Mbok Rondo, penghuni gubuk. Sementara, ratusan tentara kompeni mulai menyebar dan mengepung setiap sudut kampung.

Saat jenang katul masih panas, Pangeran Sambernyawa menyendoknya tepat di bagian tengah lalu memakannya. Tentu saja terasa sangat panas.

"Duh pangeran kalau makan jenang katul itu jangan langsung di tengah, tapi dari pinggir dulu terus muter, jadi pas sampai tengah, kan, sudah dingin," kata Mbok Rondo.

Pangeran Sambernyawa pun tertegun dan terus merenungi perkataan Mbok Rondo. Di luar pondok, tentara kompeni semakin banyak mengepung kampung itu. Pangeran lantas bergegas meninggalkan gubuk. Ditemani pedang saktinya Pangeran Sambernyawa bergerak keluar dari kampung itu. Tentara kompeni dibabatnya dengan arah menyisir melingkar dari tepi, seperti yang dianjurkan Mbok Rondo saat dia melahap bubur jenang katul. 

Kisah nyata itu dikenal ketika terjadi peperangan dahsyat di hutan Sito Kepyak, Rembang. Menggunakan pedangnya, Pangeran Sambernyawa berhasil menewaskan Komandan Detasemen Kompeni Belanda, Kapten Van Den Pol.

“Perang ini terjadi pada tahun 1756 saat RM Said berusia 30 tahun. Kepala sang Kapten dipenggal dan dengan tangan kirinya diserahkan kepada Garwa Ampil tercinta sebagai pelunasan janji RM Said kepadanya,” ujar Purwanto, abdi dalem keraton Mangkunegaran, Solo.

Dalam perang itu, Pangeran Sambernyawa mampu menewaskan 600 orang musuh.  Sementara korban di pihaknya hanya 3 orang. Hasil rampasan berupa sejumlah besar mesiu, 120 ekor kuda, 140 pedang, 160 karabin, 130 pistol dan perlengkapan militer lain dihibahkan kepada prajuritnya.

Kisah perang lain yaitu saat Pangeran Sambernyawa menyerang benteng Belanda di Yogyakarta. Ini merupakan strategi tak lazim, misterius, dan tak diperhitungkan lawan. Sebab, sudah sekian lama Pangeran Sambernyawa diketahui menarik lawannya di daerah hutan dan gunung.

Benteng Belanda berhasil diserang, 5 orang tentara Belanda tewas dan mereka yang luka-luka cukup banyak. Menjelang tengah malam, Pangeran Sambernyawa memutuskan untuk mundur. Dia merasa apabila perang diteruskan malah akan merugikan pihaknya sendiri.

“Walaupun pasukan RM Said tidak memperoleh kemenangan mutlak, keberaniannya menyerang benteng Belanda di tengah kota Yogyakarta menjadi bukti bahwa Pangeran Sambernyawa merupakan pemimpin dan panglima perang yang sangat ditakuti dan banyak merugikan Belanda,” ujar Purwanto.

Dalam buku Kepahlawanan dan Inspirasi Pangeran Sambernyawa diceritakan awal mula perjuangan sang Pangeran tahun 1742, saat terjadi kemelut di Kartasura. Kala itu Keraton Kartasura dikepung prajurit Cina. RM Said yang saat itu berusia 16 tahun diceritakan sempat keluar dari Istana Kartasura.

Pangeran Sambernyawa pergi menuju Nglaroh Wonogiri bersama-sama sahabatnya. Para sahabat ini kemudian menjadi pasukan inti yang berkembang menjadi perwira-perwira setia yang dikenal sebagai Punggowo Baku Kawandoso Joyo.

“Di Nglaroh, Pangeran Sambernyawa bertemu dengan RA Patahati binti Kyai Khasan Nur Iman yang kemudian diambil sebagai istri.”

Akui Umat Muslim Berkontribusi Besar Bagi Negara, PM Georgia Adakan Bukber

(ren)

Buku

Isi Ramalan Jayabaya yang Terbukti

"Akeh janji ora ditetepi, akeh wong nglanggar sumpahe dewe."

img_title
VIVA.co.id
13 Juni 2015