- ANTARA FOTO/Basri Marzuki
VIVA.co.id - Petani garam lokal masih mengeluhkan rendahnya harga jual produksi mereka. Mimpi garam bisa naik pamor sesuai Peraturan Menteri Perdagangan sepertinya masih jauh dari harapan.
Syamsuri, anggota kelompok tani garam di Desa Pinggir Papas Kabupaten Sumenep Madura, menuturkan bila untuk KW1 masih dihargai Rp450 ribu per ton.
Baca Juga:
Sementara sesuai ketentuan Permendag Nomor 58 tahun 2012, harga garam untuk KW1 harusnya dihargai minimal Rp750 ribu dan untuk KW2 dihargai Rp500 ribu per ton.
"(Sekarang) Kurang apa lagi dengan kualitas garam kami. Warnanya sudah sangat putih. Tapi harganya tidak naik-naik. Paling tinggi Rp450 ribu untuk Kw1," ujar Syamsuri, Rabu 12 Agustus 2015.
Baca Juga:
Ia mengaku kecewa dengan program geomembran atau polybag yang telah diterapkan pemerintah kepada petani. Sebab program itu ternyata tak memberi dampak apapun kepada harga jual .
Karena itu, ia bersama sejumlah petani garam lainnya berencana enggan menggunakan lagi program yang sudah diterapkan pemerintah.
"Pemasangan Polybag sebelum masa produksi garam, membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Kalau tidak ada manfaatnya, lebih baik tidak menggunakan," katanya.
Di lain pihak, Ketua Umum Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (APGASI) Syaiful Rahman mengatakan bahwa petani garam di Sumenep, belum menerima bantuan dari pemerintah untuk musim produksi garam tahun ini.
"Kami mendesak dinas terkait untuk aktif mendampingi petani garam di Sumenep. Tidak hanya bantuan saja, tapi harga garam juga harus diperjuangkan," ujar Syaiful.
Syaiful merinci, saat ini petani garam di Sumenep hanya menikmati bantuan geomembran dari PT garam untuk 34 petani di Sumenep, dengan total 29.746 hektar.
Selain di Sumenep, bantuan juga diberikan di Pamekasan untuk 36 petani dengan luas lahan 27.837 hektare. Sementara di Sampang untuk 25 petani dengan luas 24.430 hektare.
Veros Afif/Madura