Ponsel Canggih Tiada Guna di Daerah Sejengkal dari Malaysia

Pos perbatasan Indonesia-Malaysia di Long Nawang, Kecamatan Kayan Hulu, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Moh. Nadlir
VIVA.co.id - Di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, ada sebuah kawasan yang disebut Long Nawang. Daerah itu berada di Kecamatan Kayan Hulu. Desa itu berbatasan di sebelah barat dengan Sarawak, Malaysia.
WNI Disandera, Pemerintah Dinilai Gagal Jaga Kedaulatan

Desa itu tidak mudah dijangkau melalui perjalanan darat karena medan yang terjal dan berbatu. Sepanjang mata memandang, hanya hutan rimba. Tak jarang ditemui jurang dan bekas pembakaran hutan untuk pembukaan lahan pertanian.
Demi Potensi Pulau Perbatasan, LIPI Kerahkan 23 Peneliti

Hanya mobil dengan spesifikasi khusus, misalnya, 4WD atau double gardan, yang dapat menjangkau desa terpencil itu. Waktu tempuh tak sebentar. Paling cepat 45 menit dari Kota Tarakan.
Indonesia-Malaysia Duduk Bersama Bahas Batas Wilayah

Bisa menggunakan pesawat dari Kota Tarakan menuju Bandara Long Apung di Kecamatan Kayan Selatan. Itu pun dengan pesawat kecil.

Tapak Mega

Long Nawang bukan desa kecil. Di ujung sebelah baratnya ada Sarawak. Di sana ada pos perbatasan yang dijaga aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Batalion Infanteri 527/Baladibya Yudha. Tapi medannya juga tak mudah dilalui. Paling sebentar sejam perjalanan darat dengan mobil 4WD untuk mencapai pos yang dikenal sebagai wilayah Tapak Mega itu.

Tapak Mega, daerah paling dekat dengan kamp tentara Malaysia, dikenal juga sebagai “jalan putus”. Istilah itu mula-mula digunakan masyarakat setempat. Banyak alasan sehingga jalan itu terputus. Seorang prajurit TNI yang berjaga di perbatasan itu membagi ceritanya.

Menurut Sersan Satu Nuryanto, muasal jalan terputus itu salah satunya karena pembalakan liar, sejak lebih enam bulan lalu. "Jalan sengaja diputus. Kalau alasan diputus, kurang tahu pastinya. Bisa jadi karena pembalakan liar," ujarnya.

Nuryanto, Wakil Komandan Pos Perbatasan itu, menjelaskan  banyak masyarakat Indonesia yang keluar-masuk dari jalur Tapak Mega menuju Malaysia untuk bekerja di perusahaan kayu di sana. Masyarakat juga berbelanja kebutuhan sehari-hari di Malaysia. Jaraknya cukup dekat dari kawasan adat wilayah Apo Kayan, yang membawahi Kecamatan Kayan Hulu, Kecamatan Kayan Hilir, Kecamatan Kayan Selatan, dan Kecamatan Sungai Bo.

Nuryanto bersama 14 pasukannya telah tiga bulan bertugas di kawasan perbatasan itu. Selama itu pula mereka tak sekali pun menonton televisi karena memang tak ada siaran televisi yang dapat ditangkap di sana. Mereka akan berada di kawasan itu sampai sembilan bulan mendatang.

Selama ini, katanya, untuk mengusir kepenatan bertugas karena jauh dari kawasan penduduk dan tinggal di tengah hutan serta perbatasan, mereka bermain bola voli atau berburu hewan di hutan. Hanya hal-hal itu yang bisa mereka lakukan di tengah segala keterbatasan.

Pondok Cinta

Akses untuk berkomunikasi dengan dunia luar pun amat terbatas. Mereka bisa menggunakan telepon seluler (ponsel) untuk menghubungi, misalnya, keluarga atau pimpinan di kota. Itu pun hanya ponsel tipe lama alias ponsel jadul (jaman dulu). Hanya jenis ponsel seperti itulah yang dapat menangkap sinyal atau jaringan seluler di sana. Itu pun harus di ketinggian tertentu. Para prajurit mesti memanjat ke sebuah bangunan yang dikenal sebagai Pondok Cinta.

Tak diketahui muasal sebutan Pondok Cinta itu. Sekilas terdengar negatif karena serupa tempat untuk memuaskan berahi. Tapi di Pondok Cinta itulah mereka bisa berkomunikasi dengan istri dan keluarga nan jauh di sana.

"Ya, kalau mau dapat sinyal harus naik ke Pondok Cinta. Nanti HP (handphone/ponsel) digantung pakai headset (perangkat dengan kabel yang disambungkan ke ponsel). HP juga tak boleh bergerak untuk bisa menangkap sinyal. HP bagus (paling canggih sekali pun) di sini tak berguna," ujarnya.

Nuryanto juga menuturkan bahwa dengan segala keterbatasan itu, mereka tetap setia dan penuh tanggung jawab menjaga wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan wilayah Malaysia.

"Kami ini kalah dengan selembar kertas. Iya, itu surat tugas. Kalau surat tugas sudah bilang tugas di sini, ya, kami prajurit harus siap dengan segala keterbatasan dan risikonya," ujarnya.

Selanjutnya... Perut Malaysia


Perut Malaysia

Sangat berbeda dengan kondisi dan fasilitas kamp penjagaan perbatasan prajurit Malaysia di Tapak Mega, yang tak jauh dari pos perbatasan Indonesia. Jika di Tapak Mega, jalan sudah beraspal, sinyal kuat, segala fasilitas ada.

Ditambah prajurit yang bertugas hanya berjaga selama sebulan. Setelah itu mereka pulang dan sampai tiga bulan kemudian baru ada polisi atau tentara penjaga perbatasan yang datang bertugas kembali.

"Ya, ini dada (semangat/jiwa) Indonesia, perut (untuk kebutuhan pokok) Malaysia. Sejengkal di depan kita ini wilayah Malaysia. Cari kebutuhan makanan lainnya juga kadang dari sebelah (Malaysia),” katanya.

Untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, para prajurit itu mendapatkan anggaran lauk pauk sebesar Rp60 ribu per orang. Di tengah mahalnya harga bahan pokok di wilayah perbatasan, para prajurit harus berpikir keras untuk mengelola uangnya agar dipakai sehemat mungkin.

"Di sini serba mahal. Kami makan seadanya. Kadang dapat daging dari warga atau kita berburu sendiri. Kalau tidak, ya, cukup makan nasi, mi dan telur dadar," katanya.

Nuryanto mengaku tugas di perbatasan Malaysia kali ini sedikit lebih ringan dibanding tugas sebelumnya di Pegunungan Bintang, Papua, pada 2009-2010. Selama kurang lebih 14 bulan, dengan segala risikonya, seperti kontak senjata dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan potensi terserang penyakit malaria.

"Di sana OPM siaga terus. Saya sudah pernah kena malaria tiga kali. Kalau di sini, ya, kondisinya begini, nyamuk tak ada, tapi jauh dari mana-mana," ujarnya.

Untuk menjaga pos perbatasan, para prajurit berpatroli wilayah sesuai jadwal. Biasanya mereka melakukan penyisiran patok perbatasan tanda batas wilayah Indonesia-Malaysia sedikitnya sekali tiga bulan. Soalnya banyak pembalakan liar di kawasan hutan Malaysia. Dikhawatirkan pembalakan itu masuk ke hutan Indonesia akibat patok bergeser.

"Jarak patok sekitar 200 meter patok ke patok. Di sini kurang lebih ada 800 patok. Biasanya butuh waktu lima hari untuk menyisir patok-patok itu. Kita utamakan patok yang belum terjamah, yang jauh terlebih dahulu. Nanti baru yang terdekat," terangnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya