Bupati Purwakarta Pidato di Markas PBB, Ucapkan Salam Sunda

Bupati Purwakarta Berpidato di Markas PBB, Dibuka Salam Sunda
Sumber :
  • VIVA.co.id/Jay Ajang Bramena
VIVA.co.id - Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, mendapatkan kehormatan mewakili Indonesia untuk berbicara di Forum Pemimpin Muda Dunia di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat, pada Selasa siang waktu setempat, 18 Agustus 2015.
PBB: Dunia Harus Banyak Belajar dari Kota Surabaya

Bupati tak mengenakan pakaian dinas melainkan busana tradisional masyarakat Sunda yang disebut pangsi, lengkap dengan iket alias ikat kepala khas Sunda. Dia berpidato dalam topik tentang penguatan basis tradisional perdesaan dengan sistem pendidikan berkarakter Sunda di hadapan 700 peserta dari 90 negara.
Negara Ini Berdasarkan Konstitusi

Para peserta adalah mahasiswa strata satu dan pascasarjana, kalangan politikus dan pebisnis, serta perwakilan PBB. 
PNS Purwakarta Diminta Puasa Dua Hari Seminggu

Dia membuka pidatonya tidak dengan ucapan selamat pagi atau good morning, melainkan sampurasun, frasa bahasa Sunda yang dapat bermakna salam penghormatan. “Sampurasun,” katanya, kepada hadirin, seraya merapatkan kedua telapak tangannya di dada dan setengah membungkuk.

Dedi tak banyak basa-basi dan segera fokus memaparkan bahwa Pemerintah Kabupaten Purwakarta memang berkomitmen sistem pendidikan berkarakter atau berbasis tradisi dan kebudayaan Sunda. 

“Sebagai upaya memperkuat ekonomi berbasis budaya, peternakan, perikanan, pertanian, kehutanan, dan industri kreatif, kita membangun melalui sistem yang berbasiskan budaya, di mana di desa dibangun kekuatan tradisi yang kuat,” ujarnya.

Dia menerbitkan Peraturan Bupati tentang Pendidikan Berkarakter yang di dalamnya tersirat perintah membangun kekuatan generasi yang mandiri dan produktif. “Seperti (waktu masuk) sekolah jam enam pagi, membuat tas sendiri, bersepeda, berpuasa seminggu dua kali, lalu teknologi sebagai bagian penyempurnaan untuk melakukan penguatan terhadap basis tradisi sehingga memiliki daya saing pasar,” katanya.

Dedi pun memaparkan kondisi yang sebenarnya bahwa penggunaan teknologi hanya menjadi sarana konsumtif. Masyarakat kian mudah menjual tanah mereka hanya demi keperluan konsumtif.

“Perdesaan kehilangan daya dukung. Lahan yang tadinya produktif, mulai terjual hanya untuk pemenuhan nafsu konsumtif, yang akhirnya bahan pokok harus beli, seperti beras, telur, daging bahkan jengkol,” katanya.

Pemerintah Kabupaten mencoba menyiasati perilaku konsumtif masyarakat setempat dengan tetap memperkuat atau membangun kembali basis tradisional. Kelestarian tradisi itu penting agar menjadi bagian dari ketahananan, terutama dalam menjaga kekuatan bangsa.

Dia pun berpesan kepada generasi muda agar tetap memegang teguh basis budaya bangsanya. Kepemimpinan muda berbasis budaya adalah hal yang mendasar untuk membangun daya saing bangsa. (ren)


Jay Ajang Bramena/Purwakarta
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya