Cerita Bung Karno dan Semak-semak Istana

Bung Karno dan Guntur Soekarno.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Dody Handoko

VIVA.co.id - Sebagai seorang Presiden, Bung Karno memiliki sisi humanis. Banyak kisah sehari-harinya yang lucu, unik dan bersahaja. Satu di antara kisah itu adalah cerita Bung Karno dan semak-semak istana. Sepenggal kisah ini ditulis oleh Guntur Soekarnoputra di buku "Bung Karno, Bapakku, Kawanku, Guruku".

Pada suatu pagi di akhir tahun 1964, Guntur bangun siang karena malamnya ada aktivitas bersama teman-teman kampus. Dia kuliah di Bandung, tetapi sehubungan musim penerimaan mahasiswa baru, dia dan rekan-rekannya memasang sejumlah poster di Jakarta.

Pukul 09.00, usai bermalas-malasan, Guntur duduk di kursi malas yang terbuat dari rotan yang ada di beranda belakang Istana. Dari kursi ini, Guntur bisa memandang hamparan taman yang indah. Di situ juga nyaman digunakan untuk membaca koran, majalah, sambil minum teh atau kopi.

Di kursi itu pula Bung Karno duduk setiap pagi untuk membaca koran dan majalah. Di kursi yang pagi itu diduduki Guntur. Selagi asyik membaca, ia melihat sekelebat sosok manusia masuk ke semak-semak tak jauh dari beranda Istana.

Guntur mengamati ke arah semak-semak hingga keluarlah sosok bapaknya. Guntur tentu berpikir, "Apa yang dikerjakan bapak di semak-semak Istana? Sementara ia mendengar suara banyak tamu di Istana," gumam Guntur dalam hati.

Hingga Guntur memutuskan mandi. Kurang lebih dua jam sejak ia melihat bapaknya keluar semak, setidaknya Guntur sudah melihat bapaknya dua-tiga kali masuk ke semak-semak tadi.

Curahan Hati Bung Karno yang Jadi Sasaran Pembunuh

Sehabis mandi, Guntur melanjutkan duduk-duduk santai di kursi rotan kesayangan keluarga itu. Baru saja ia mendaratkan pantat di bantal kursi rotan, ia sudah melihat bapaknya keluar dari semak-semak.

Makin penasaran saja Guntur melihat bapaknya yang bolak-balik ke semak Istana. Ia mengurungkan semua agenda siang itu, dan spesial menunggu bapaknya usai menerima tamu. Ia membaca sambil menunggu bapaknya selesai menerima tamu, menandatangani surat-surat penting, dan aktivitas lainnya.

Jarum jam menunjuk pukul 14.30 ketika bapaknya turun dari beranda dan berjalan hendak menuju kamarnya. Guntur bergegas menyusul.

"Pak… pak…," kata Guntur.

Bung Karno menghentkan langkah karena mendengar Guntur memanggilnya. "Ada apa?"

Guntur gelagapan bertanya, "Anu… emmmm… Anu… emmm… Tadi saya perhatikan bapak keluar-masuk semak, ngapain?"

Bung Karno tertawa terbahak-bahak.

"Ooo… itu… Kencing!!! Bapak nguyuh… ha…ha…ha…," sambil berlalu meninggalkan Guntur yang melongo.

Lepas dari kekagetannya mendengar jawaban yang tidak pernah terlintas di benaknya (presiden kencing di semak-semak), Guntur mengolah alasan mengapa bapaknya melakukannya.

Ia hanya menemukan dugaan yang kira-kira paling masuk akal. Jarak beranda ke toilet tamu, tak kurang dari 40 meter. Sedang jarak ke kamar mandi utama dan anak-anaknya, lebih jauh lagi, sekitar 70–80 meter. Sedangkan jarak beranda ke semak itu hanya sekitar 6 meter!

Beberapa hari kemudian, ketika Guntur kembali ke Bandung melanjutkan aktivitas kuliah, yang pertama ia sampaikan ke adiknya, Megawati adalah kejadian "Bapak bolak-balik masuk semak, yang ternyata kencing".

Mega, yang sudah tahu kebiasaan bapaknya, tidak terlalu kaget. Ia malah menimpali.

"Semak itu sekarang malah sudah jadi WC istimewa. Bukan cuma bapak yang kencing di situ, tapi para menteri dan duta besar juga."

Hasto Datangi KPK

Peran Penting Kerajaan Kotawaringin Bagi Kemerdekaan RI

Kerajaan Kotawaringin merupakan cikal bakal Provinsi Kalteng.

img_title
VIVA.co.id
20 Januari 2016