KPPU Endus "Ulah" Kartel Daging Sapi Sejak 2013

Ilustrasi sapi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id
Ini Potensi Penyimpangan Jika Krisis Daging Tidak Diatasi
- Direktur Penindakan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Gopprera Panggabean mengatakan, KPPU sudah mengendus adanya indikasi kartel daging sapi di balik kelangkaan dan melonjaknya harga daging.

Jokowi Senang, Sapi NTT Tak Akan Lemas Lagi

Bahkan Gopprera mengaku KPPU sudah mencurigai adanya 'permainan' harga antar sesama importir daging sejak dua tahun lalu.
Lindungi Konsumen dari Jeratan Kartel


"Untuk kasus daging sudah kami monitor sejak 2013 dan sudah kami sampaikan ke komisioner. Saat sudah cukup alat bukti, komisioner memutuskan diadakan pemeriksaan," ujar Gopprera usai melakukan rapat koordinasi dengan Ditreskrimum dan Pemprov DKI di Mapolda Metro Jaya, Senin 24 Agustus 2015.


Gopprera menjelaskan, rencananya KPPU akan memanggil beberapa importir dan feedloter terkait kasus dugaan kartel sapi yang membuat harga melambung tinggi pada September 2015 mendatang.


"Kami melihat pelaku usaha 'menanam' pasokan daging mereka dalam rangka menaikkan harga. Dan ini sebenarnya pernah terjadi pada 2013," jelas Gopprera.


Selama kurun waktu 2013 hingga hari ini, Gopprera mengaku KPPU terus mengumpulkan alat bukti yang menguatkan tuduhan adanya kartel tersebut.


Di Jakarta sendiri, terdapat hampir 40-an feedloter yang tergabung dalam asosiasi importir daging sapi yang mendistribusikan pasokan mereka ke Jabodetabek. Salah satu dari importir sudah mengakui terjadi kesepakatan terkait harga sapi dalam asosiasi.


"Penimbunan dilakukan karena ada koordinasi antar sesama pengimpor. Pelaku usaha ingin mengambil keuntungan sebesar-besarnya. Salah satu feedloter pernah bilang kalau mau menentukan harga harus dibicarakan dengan asosiasi,"  ungkapnya.


Padahal, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, telah menegaskan pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pesaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga guna mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.


"Jika terbukti melanggar maka pelaku usaha dalam hal ini para importir daging sapi akan diberi sanksi denda sebesar Rp1 miliar hingga Rp 25 miliar," tegas Goppera.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya