Tangis Istri–istri Bung Karno Saat Melayat di Wisma Yaso

Soekarno saat dimakamkan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Dody Handoko
VIVA.co.id -
Peran Penting Kerajaan Kotawaringin Bagi Kemerdekaan RI
Presiden Soekarno meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970, di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, dengan status sebagai tahanan politik. Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yaso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi. Keluarga Bung Karno segera dikabari berikut istri-istrinya.

Curahan Hati Bung Karno yang Jadi Sasaran Pembunuh
 
Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol
Ekspresi sedih istri-istri Bung Karno itu diceritakan Roso Daras dalam bukunya, "Total Bung Karno, Serpihan Sejarah yang Tercecer." Fatmawati, istri ketiga Bung Karno, pergi meninggalkan Istana setelah Bung Karno menikahi Hartini. Ia sudah bertekad tidak akan datang ke Wisma Yaso.
 
Begitu mengetahui ayah dari lima putra-putrinya telah meninggal, ia segera memohon kepada Presiden Soeharto agar jenazah suaminya disemayamkan di rumahnya di Jl. Sriwijaya, Kebayoran Baru, meski sebentar. Sayang, Soeharto menolak permintaan Fatmawati.
 

Hati Fatma benar-benar galau. Antara jerit hati ingin melihat wajah suami untuk terakhir kali, dengan keteguhan prinsip. Bahkan, putra-putrinya pun tidak ada yang bisa mempengaruhi keputusan Fatma.

 

Atas kesepakatan semua pihak, peti jenazah tidak ditutup hingga batas akhir jam 24.00, dengan harapan Fatma datang pada detik-detik terakhir. Apa hendak dikata, Fatma tak juga tampak muka. Pengganti kehadiran Fatma, adalah sebuah karangan bunga. Dengan kalimat pendek dan puitis, Fatma menuliskan pesan, "Tjintamu yang menjiwai hati rakyat, tjinta Fat".

 

Istri Bung Karno, Ratna Sari Dewi, wanita Jepang benama asli Naoko Nemoto datang ke Jakarta bersama anaknya Kartika Sari (4 tahun) pada 20 Juni 1970 pukul 20.20 malam. Wanita kelahiran tahun 1940 yang dinikahi Bung Karno 3 Maret 1962 mengetahui suaminya lunglai tak berdaya, dirawat dalam penjagaan ketat tak manusiawi, hatinya teriris. Terlebih bila mengingat anaknya sama sekali belum pernah berjumpa dengan ayahnya.

 

Dewi pernah berkunjung ke Wisma Yaso saat hamil, tapi tentara melarangnya masuk. Dewi marah, karena kesulitan yang dialaminya. Ia, sebagai istri sah Soekarno, tidak bisa leluasa menengok apalagi menemani hari-hari Soekarno yang sedang bergulat dengan maut.

 

Ia pernah marah besar kepada Soeharto dengan melontarkan ucapan pedas melalui surat terbuka tanggal 16 April 1970. Begini sebagian isi surat itu:

 

"Tuan Soeharto, Bung Karno itu saya tahu benar-benar sangat mencintai Indonesi dan rakyatnya. Sebagai bukti bahwa meskipun ada lawannya yang berkali-kali menteror beliau, beliau pun masih mau memberikan pengampunan kalau yang bersangkutan itu mau mengakui kesalahannya.
 
Dibanding dengan Bung Karno, maka ternyata di balik senyuman Tuan itu, Tuan mempunyai hati yang kejam. Tuan telah membiarkan rakyat, yaitu orang-orang PKI dibantai. Kalau saya boleh bertanya, apakah Tuan tidak mampu dan tidak mungkin mencegahnya dan melindungi mereka agar tidak terjadi pertumpahan darah?”

 

Ia juga melabrak Harjatie, istri Bung Karno yang telah diceraikan itu, sebagai seorang istri yang menyia-nyiakan Bung Karno. Ia menuduh Harjatie meninggalkan Soekarno di masa-masa sulit. Harjatie pun menangis, meninggalkan tempat itu.


Hartini, istri Bung karno yang lain menangis seharian. Ia salah satu istri yang begitu dicintai Soekarno, sehingga dalam pernyataannya, Soekarno menghendaki agar jika mati, Hartini dimakamkan di dekat makamnya. Ia ingin selalu dekat Hartini, wanita lembut keibuan yang dinikahinya Januari 1952.

 

Hartini yang paling intens merawat dan menemani Bung Karno hingga akhir hayatnya. Rachmawati, salah satu putri Bung Karno yang kebetulan juga paling intens menemani bapaknya di hari-hari akhir kehidupannya, memuji Hartini sebagai istri yang sangat setia dan baik hati. Rachma yang semula berperasaan tidak menyukai Hartini, menjadi dekat dan akrab dengan Hartini.

 

Rachma tahu betul, bapaknya begitu senang jika ada Hartini di dekatnya. Bapaknya begitu mencintai Hartini. Kesabaran, ketelatenan, dan perhatian tulus Hartini kepada Bung Karno di hari-hari akhir hidupnya, sontak membuka mata hati Rachma tentang sosok Hartini. Sejak itulah tumbuh keakraban dan kecintaan Rachma kepada Ibu Hartini.

 

Inggit Garnasih, istri kedua Soekarno yang dinikahi tahun 1923, adalah wanita yang setia mengikuti dan mendukung perjuangan Soekarno sejak usia 21 tahun. Ia bahkan turut serta dalam setiap pengasingan Bung Karno, mulai dari Ende sampai Bengkulu.


Ia lahir tahun 1888, lebih tua 12 tahun dari Bung Karno. Saat "Ngkus" panggilan kesayangan Inggit kepada Bung Karno, wafat, usia Inggit 82 tahun. Ia menerima berita duka pada hari Minggu, 21 Juni 1970.  Ia tergopoh-gopoh berangkat dari Bandung menuju Jakarta, ditemani putri angkatnya, Ratna Juami.

 

Setiba di Wisma Yaso, di tengah lautan massa yang berjubel, berbaris, antre hendak memberi penghormatan terakhir, Inggit mendapat keistimewaan untuk segera diantar mendekat ke peti jenazah.

 

Di dekat tubuh tak bernyawa di hadapannya, Inggit berucap, "Ngkus, geuning Ngkus tehmiheulan, ku Inggit di doakeun… (Ngkus, kiranya Ngkus mendahului, Inggit doakan….). Sampai di situ, suaranya terputus, kerongkongan terasa tersumbat."

 

Badannya yang sudah renta dan lemah, terhuyung diguncang perasaan sedih. Sontak, Ibu Wardoyo, kakak kandung Bung Karno (nama aslinya Sukarmini) memapah tubuh tua Inggit. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya