MUI Jawa Timur Minta Kepemilikan Tanah Dibatasi

Sumber :
  • ANTARA/ Ujang Zaelani
VIVA.co.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Musyawarah Nasional (Munas) IX di Surabaya, Jawa Timur, pada 24-27 Agustus 2015. Munas itu dibuka Presiden Joko Widodo pada Selasa, 25 Agustus 2015.
Jusuf Kalla Ungkap Peran Penting Ulama

Banyak permasalahan keumatan yang akan dibahas dalam Munas itu. Masing-masing wilayah MUI merekomendasikan persoalan-persoalan yang perlu dikaji menurut hukum Islam.
MUI Jawa Barat Minta Produsen Mi Bikini Ganti Kemasan

MUI Wilayah IV (meliputi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur) merekomendasikan tiga persoalan yang akan ditelaah. Pertama, permasalahan kepemilikan lahan tanah yang berlebihan oleh perorangan. MUI akan mengkaji kepemilikan tanah yang, misalnya, mencapai ribuan hektare.
MUI: Terorisme Bukan Jihad

Kepemilikan tanah sebanyak itu dianggap berlebihan dan berpotensi menimbulkan ketimpangan atau kesenjangan sosial. Pemerintah berkewajiban membatasinya agar terjadi pemerataan, karena masih banyak masyarakat miskin.

"Saat ini banyak di antara warga masyarakat yang belum memiliki rumah, juga tanah. Namun di sisi lain ada yang memiliki tanah sampai seribu hektare, dan itu harus ada aturannya," kata pimpinan MUI Wilayah IV, KH Abdusshomad Buchori, kepada wartawan di Surabaya pada Senin malam.

Persoalan kedua yang diusulkan dibahas adalah paham-paham yang merusak akidah. MUI merekomendasikan kepada Pemerintah dan aparat penegak hukum agar paham-paham seperti itu tidak diberi kesempatan berkembang di Indonesia, karena semakin membuat masalah. Misalnya, diperbolehkannya menikah antaragama.

"Ada juga usulan perkawinan sejenis, dan kami paling lantang menolaknya, karena itu sangat tidak masuk akal sehat. Jangan sampai akidah masyarakat Indonesia dirusak oleh hal-hal yang demikian itu," katanya.

Ketiga, soal zakat, infak dan sedekah yang harus memiliki regulasi dan aturan jelas sehingga pengelolaan dananya benar-benar sesuai ajaran Islam.

"Kami juga mengusulkan agar paham-paham yang bertentangan dengan Islam di Indonesia masuk, seperti ajaran Ahmadiyah, yang benar-benar menyimpang karena percaya ada nabi setelah Nabi Muhammad," ujar Abdusshomad. (ase)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya