Korban Kerusuhan 1998: Kami Tolak Rekonsiliasi

Korban Kerusuhan Mei 98 Tabur Bunga di Ramayana Klender
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVA.co.id
- Keinginan pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk menutup kasus dugaan pelanggaran HAM termasuk tragedi
, mendapat pertentangan dari keluarga korban.

Ruyati Darwin, ibu dari salah seorang korban kerusuhan Mei 1998, menolak rencana pemerintah itu.

"Tidak bisa. Proses hukum harus terus berjalan. Kami tidak bisa rekonsiliasi," kata Ruyati usai menghadiri diskusi di Bakoel Coffie Cikini Jakarta, Rabu.
Jokowi Didesak Batalkan Wiranto Jadi Menkopolhukam

Ruyati mengingatkan Presiden Joko Widodo, bahwa tragedi saat itu benar-benar harus diusut. Dia meminta keadilan. Pelaku, harus diusut sehingga pihaknya tahu siapa dalangnya.
Pembunuhan dengan Cara Dibakar di Serpong Ternyata Terencana

"Negara harus bertanggungjawab. Pelakunya harus tahu, adil buat kita. Sama-sama. Kalau mau negara aman damai, si pelaku harus muncul saja," katanya.
Penunjukan Wiranto Jadi Menteri Dikecam

Menurut Ruyati, kasus kekerasan HAM pada tak bisa dibantah, karena ada bukti fisiknya di negara.

Salah satunya yakni kuburan massal di TPU Pondok Rangon Jakarta Timur. Dimana sejak 2001 dijadikan kuburan massal ratusan korban kerusuhan yang tak dikenali lagi karena kondisi terbakar.

"Kasus pembakarannya ada bukti sejarah di Pondok Rangon, yang dibuat prasasti Ahok. Makanya Ahok saya terima kasih, sudah memelihara sejarah peristiwa Mei 98," katanya.

"Itu (kuburan) bisa jadi bukti. Itu tanda bukti sejarah."
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya