MK Gelar Sidang Lanjutan Uji Materi UU Pilkada

Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id -
Hasto Bantah Sering Komunikasi dengan Risma
Mahkamah Konstitusi menggelar sidang kedua atas perkara Pengujian Undang Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang Undang nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang Undang (UU) Pilkada. Sidang digelar pada pukul 10.00 WIB di Ruang Sidang Pleno MK dengan agenda perbaikan permohonan.

Koalisi Kekeluargaan Masih Belum Bersifat Final, kata PDIP

"Sidang ini meliputi tiga perkara yang memohonkan pengujian aturan jumlah minimal pasangan calon dalam penyelenggaraan pilkada," ujar Humas Mahkamah Konstitusi, Kencana Suluh Hikmah, dalam siaran persnya, Selasa, 1 September 2015.
PDIP Masih Cari Momentum Baik untuk Umumkan Cagub DKI


Permohonan yang pertama teregistrasi dengan nomor perkara 95/PUU-XIII/2015. Permohonan ini diajukan oleh warga kota Surabaya atas nama Aprizaldi, Andri Siswanto dan Alex Andreas.


"Menurut Pemohon, Pasal 49 ayat 9, Pasal 50 ayat 9, Pasal 51 ayat 2, Pasal 52 ayat 2, Pasal 54 ayat 4 dan ayat 6 UU Pilkada berpotensi mengakibatkan gagalnya penyelenggaraan Pilkada 2015 jika tidak ada calon lain yang mendaftar," ujar Hikmah.


Permohonan kedua diajukan oleh salah satu anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPC Surabaya, yang teregistrasi dengan nomor perkara 96/PUU-XIII/2015.


"Permohonan diajukan karena para pemohon merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 121 ayat 1 UU No 1/2015 dan Pasal 51 ayat 2, Pasal 52 ayat 2 dan Pasal 122 ayat 1 UU nomor 8/2015," kata Hikmah.


Hikmah menjelaskan bahwa pemohon menilai ukuran demokrasi dalam konstitusi tidak tergantung dengan jumlah calon. Karena substansi demokrasi itu terletak pada proses penyaluran hak politik warga negara dan bukan pada jumlah peserta pemilihannya.


Oleh karena itu, penundaan yang akan dilakukan KPU berdasarkan peraturannya untuk melaksanakan "pemilihan susulan dan pemilihan lanjutan" dinilai merugikan partai politik dan anggotanya. Karena selama ini telah mempersiapkan kader terbaiknya sebagai pasangan calon kepala daerah melalui sistem rekrutmen internal partai yang membutuhkan pengorbanan pikiran, tenaga dan biaya yang tidak sedikit.


Sementara, permohonan yang ketiga teregistrasi dengan nomor perkara 100/PUU-XIII/2015. Permohonan diajukan oleh Effendi Gazali dan Yayan Sakti Suryandaru ini menggugat Pasal 49 ayat 8 dan 9, Pasal 50 ayat 8

dan 9, Pasal 51 ayat 2, Pasal 52 ayat 2 dan Pasal 54 ayat 4, ayat 5 dan ayat 6 UU Pilkada.


"Menurut pemohon, peraturan ini membuat warga negara yang tinggal di daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah mengalami perlakuan diskriminatif dan tidak mendapat kepastian hukum yang adil jika dibandingkan dengan warga negara yang tinggal di daerah yang memiliki lebih dari satu pasangan calon kepala daerah," kata Hikmah.


Sehingga berdasarkan argumentasi tersebut, pemohon meminta MK menyatakan berbagai ketentuan terkait syarat jumlah minimal pasangan calon dan penundaan Pilkada karena tidak memenuhi syarat jumlah minimal pasangan calon dalam UU Pilkada tersebut dan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu, para pemohon meminta MK mempercepat proses penanganan perkara ini mengingat waktu penyelenggaraan Pilakda yang telah semakin dekat.


"Menanggapi permohonan tersebut, Majelis Panel Hakim Konstitusi yang diketuai Patrialis Akbar meminta pemohon memperbaiki beberapa hal dalam permohonannya, khususnya mengenai kedudukan hukum dan petitum

permohonannya. Majelis juga menasihati pemohon untuk segera melakukan perbaikan permohonan jika ingin proses penanganan perkara ini dapat berjalan dengan cepat," tutur Hikmah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya