Melacak Saung Persembunyian Putra Pangeran Jayakarta

Ilustrasi saung.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dody Handoko
VIVA.co.id - Saung Ranggon terletak di Kampung Cikedokan, Desa Cikedokan, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Desa Cikedokan dapat ditempuh dengan kendaraan umum (angkot) jurusan Cikedokan Setu. 
Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol

Lokasi Kampung Cikedokan memang agak terpencil dari kampung-kampung lain. Masyakarakat kampung itu masih memiliki struktur dan pola hidup yang masih sangat tradisional.
Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI

“Cikedokan, dikatakan berasal dari kata ci yang artinya air, dan kedok berarti menyamar. Jadi Cikedokan mempunyai arti penyamaran, hal ini disebabkan karuhun-karuhun yang datang ke Cikedokan adalah mereka yang sedang menyamar, karena dikejar-kejar Belanda,” ujar Sri Sumiyati, kuncen Saung Ranggon.
Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia

Saung Ranggon dibangun Pangeran Rangga, putra Pangeran Jayakarta, sekira abad 16. Dia datang dan kemudian menetap di daerah itu. Saung itu kemudian terkenal dengan sebutan Saung Ranggon, ditemukan Raden Abbas tahun 1821.

Dalam bahasa Sunda, saung berarti rumah yang berada di tengah ladang atau huma yang berfungsi sebagai tempat menunggu padi atau tanaman palawija lain yang sebentar lagi akan dipanen.

Saung dibuat dengan ketinggian di atas ketinggian tiga atau empat meter di atas permukaan tanah. Hal itu diperlukan untuk menjaga keselamatan bagi si penunggu dari gangguan hewan buas, seperti babi hutan, harimau dan binatang buas lainnya.

Pangeran Jayakarta adalah tokoh dalam sejarah Betawi, khususnya Jakarta dan Bekasi, pada masa kedatangan Belanda yang mencoba menanamkan kekuasaan atas daerah Jakarta dan Bekasi dan sekitarnya.
 
Saung ini merupakan bagian dari basis perlawanan masyarakat Bekasi terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda. Bangunan ini diakui oleh masyarakat Bekasi, merupakan bangunan tertua di sekitar Cikarang Barat pada khususnya dan mungkin sekali di seluruh Bekasi.
 
Saung Rangon berdiri di atas tanah seluas 500 meter persegi dengan ukuran bangunan seluas 7,6x7, 2 meter dan tinggi bangunan dari permukaan tanah 2,5 meter. Bentuk Saung Ranggon adalah rumah panggung, menghadap ke arah selatan ditandai penempatan tangga pintu utama dengan tujuh buah anak tangga untuk masuk ke dalam rumah itu.

Bagian dalam Saung Ranggon hanya merupakan ruangan terbuka dan tanpa sekat pemisah antara ruangan, walau pun ada sebuah kamar. Bentuk atap Julang Ngapak (atap yang terdiri dari dua bidang miring) dengan penutupnya dari sirap kayu.

Dinding terbuat dari papan dan tidak mempunyai jendela. Pada dinding terdapat bukaan selebar 30 centimeter yang ada di sebelah kiri dan kanan dengan cara dinding bawah agak masuk. Sedangkan dinding atas berada di luar menempel langsung pada langit-langit kemungkinan disengaja sebagai ventilasi. Ada juga bagian dinding yang terbuat dari bilik (bambu).

Rangka dan tiang-tiang terbuat dari kayu; bagian bawah bangunan (kolong bangunan) terdapat tempat penyimpanan benda-benda pusaka yang dibentuk menyerupai sumur (sekarang dibentuk lantai). Sedangkan sekeliling bangunan telah diberi pagar besi setinggi 1,20 meter.

“Tujuan dari pembuatan Saung Ranggon pertama-tama adalah tempat menyepi dan bersembunyi dari kejaran pihak Belanda. Tapi di kemudian hari fungsi Saung Ranggon itu menjadi tempat menyimpan berbagai benda pusaka,” kata Sri.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya