TKI Tak Bisa Mencoblos di Pilkada Serentak

KPU umumkan daftar pemilih sementara pilkada serentak 2015.
Sumber :
  • VIVA/Moh Nadlir

VIVA.co.id - Warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri dipastikan tidak akan bisa menggunakan hak konstitusionalnya untuk memilih calon kepala daerah dalam pilkada.

Koalisi Kekeluargaan Masih Belum Bersifat Final, kata PDIP

Tidak adanya undang-undang (UU) yang mengatur hal itu, juga biaya yang dinilai terlalu besar hingga ketidaksiapan KPU menjadi alasannya.

Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPU), Hadar Nafis Gumay, menerangkan bahwa jika TKI tersebut tidak berada di dalam negeri, mereka dipastikan tidak bisa menggunakan haknya.

KPU mengharuskan bagi setiap WNI yang ingin menyumbangkan suaranya harus berada di tempat pemilihan asal daerahnya. Bahkan, kata Hadar, di dalam undang-undang Pilkada Nomor 8 Tahun 2015 memang tak diatur untuk mengakomodasi hak para pejuang devisa negara itu.

"Ya, iya, memang kalau dia tidak berada di Indonesia, ya tidak bisa dong memilih. Kami tidak memberikan pelayanan untuk memilih bagi yang tidak berada di lokasi pemilihan. Jadi, kami belum bisa melakukan hal tersebut," kata Hadar di gedung Komisi Pemilihan Umum, Jalan Imam Bonjol 29, Jakarta Pusat, Senin 22 September 2015.

Hadar menambahkan, KPU juga merasa kesulitan untuk bisa mempersiapkan pemilihan bagi para WNI yang menjadi TKI di luar negeri. KPU sulit melakukan identifikasi dan mengumpulkan informasi jumlah serta alamat pasti seluruh TKI di luar negeri yang ada.

"Mudah-mudahan nanti waktu mendatang bisa melakukan pelayanan yang lebih luas, orang bisa mengirim lewat pos, mungkin elektronik juga," Hadar berharap.

Hadar menerangkan, idealnya memang KPU memfasilitasi para TKI tersebut dalam pilkada dengan menggunakan pos, sehingga suara para TKI tersebut bisa tersalurkan. Akan tetapi, masalahnya, biaya yang dibutuhkan juga akan sangat besar guna merealisasikan wacana niat baik itu.

"Buat TPS di luar negeri kan biayanya besar. Pos juga kan tidak murah, menyediakan perangkonya, bolak balik kan. Makanya kami memang belum bisa kami laksanakan," ungkapnya.

Sebelumnya, Hadar menerangkan bahwa KPU telah membahas masalah itu. Tetapi, setelah dipertimbangkan dengan berbagai kesulitannya, wacana tersebut tak jadi direalisasikan.

"Alasannya sulit, tak diatur di UU, biaya mahal, tak ada waktu cukup untuk mempersiapkan pemilihan itu. Di mana mereka, berapa biayanya, itu kan tidak cukup waktunya untuk membuat perencanaan," tuturnya.

Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.

Hasto Bantah Sering Komunikasi dengan Risma

PDIP sampai saat ini belum memutuskan calon gubernur DKI.

img_title
VIVA.co.id
11 Agustus 2016