Penganiayaan Salim Kancil Dilakukan di Depan Anaknya

Salim Kancil
Sumber :
  • ANTARA/Pradita Utama
VIVA.co.id
Gara-gara Uang Rp30 Ribu, Tukang Ojek Ini Cekik Istrinya
- Salim Kancil, petani yang menolak tambang pasir ilegal dianiaya sekitar 30 orang di Desa Selok Awar-Awar Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang Jawa Timur pada Sabtu 26 September 2015. Proses penganiaayaan dan penculikan itu dilakukan di depan anak bungsunya, yang duduk di bangku kelas 5 SD.

Pengungkapan Kasus Mutilasi Anggota DPRD Diakui Sulit
Dio Eka Saputra baru saja terbangun dari tidur panjangnya, Rabu siang, 30 September 2015. Pada Selasa 29 September 2015, Dio menjalani pemeriksaan di Polres Lumajang sejak siang hingga tengah malam bersama ibunya, Tijah. Dio diperiksa sebagai salah satu saksi kunci penganiayaan terhadap orangtuanya, Salim alias Kancil pada Sabtu 26 September 2015.

Tegur Pemuda Mabuk, Kakek Renta Dibacok Hingga Tewas
“Saya sudah lupa kejadian itu,” kata Dio singkat.

Namun siswa yang duduk di bangku kelas 5 SD itu kemudian meneruskan kisahnya pada Sabtu pagi itu. Dio sengaja tak sekolah lantaran diajak Salim untuk berunjuk rasa damai menentang penolakan tambang pasir ilegal. Rencananya, aksi akan dilakukan pukul 09:00 di Balai Desa Selok Awar-Awar.

"Le (Tole), besok ikut bapak, ada aksi besar tolak tambang pasir,” kata Dio menirukan ucapan ayahnya pada Jumat petang.

Sabtu pagi Dio bersiap bangun pagi untuk ikut Salim aksi. Sementara Tijah, ibunya, lebih dahulu keluar rumah, mencari rumput untuk pakan ternak kambing dan sapi mereka. Sekitar pukul 07:00 ayahnya mengeluarkan motor untuk digunakan pergi ke balai desa. Namun, baru selangkah di depan pintu rumah, puluhan orang tiba-tiba datang menangkap, mengikat tangan dan memukul Salim secara membabi buta.

“Bapak tidak melawan, dia hanya bertanya ada apa ini. Tapi mereka memukuli bapak, saya ingat siapa saja mereka,” katanya.

Melihat orangtuanya diperlakukan tak manusiawi Dio berontak dan ingin menolong. Dia pun ingin mengikuti jejak orangtuanya yang diseret pergi menjauh dari rumah.

“Tapi saya dilarang pergi oleh orang di sekitar sini, katanya nanti saya bisa dibunuh juga,” ujarnya.

Dia pun menunggu dirumah dengan berbagai kerisauan yang terjawab dengan kabar duka, jika Salim telah meninggal.

“Ketemu lagi ya sudah meninggal,” katanya.

Kini Dio hanya berharap keadilan bagi orangtuanya. Dia ingin semua pelaku dihukum setimpal, yaitu hukuman mati. Dia juga berharap kejadian keji dan brutal itu tak akan pernah terjadi lagi.

“Saya ingin jadi polisi, agar tidak ada lagi peristiwa seperti itu."

Meskipun mengaku baik-baik saja, ibu Dio, Tijah menangkap perubahan pada perangai putranya sejak kejadian itu. Anaknya diakuinya sering naik pitam dan tak sabaran. Terkadang kalimatnya sering meledak-ledak penuh emosi.

"Jadi sering marah setelah itu," katanya.

Pusat Pelayanan Terpadu Permberdayaan Perempuan dan Anak Pemkab Lumajang berencana melakukan bimbingan dan konseling pada orangtua Dio dan juga Dio. Sekretaris PPTPPA Pemkab Lumajang Gatot Prabowo menyatakan, konseling dilakukan agar dampak traumatis segera bisa diatasi dengan meminimalisir dampak jangka panjang.

"Ada banyak anak yang ternyata terdampak dengan penganiayaan itu. Kami harus memberikan penyegaran agar mereka berjuang melupakan hal itu, terutama anak pak Salim. Kami khawatir anak-anak punya pemikiran negatif, dendam dan sebagainya," kata Gatot.

Tanpa penanganan yang tepat dia khawatir anak-anak meniru emosi dan berbagai tindakan brutal yang dilihatnya.

"Mulai besok kami akan berikan pendekatan pada orangtua dan anak. Selain Dio juga anak-anak lain di sekolah yang ternyata juga trauma."

(mus)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya