Sidang Uji Materi SIM, MK Dinilai Intimidatif

Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Kuasa hukum pemohon uji materi kewenangan Kepolisian menerbitkan Surat Izin Mengemudi (SIM), Erwin Natosmal Oemar menilai, ada ketidakberesan dengan persidangan di Mahkamah Konstitusi hari ini. Sebab, MK lebih intimidatif dan sudah berpihak pada salah satu pihak.

Presiden Jokowi Santai UU Amnesty Digugat

"Yang palsu, kalau ini nama Anda saya pakai. Silakan kroscek. Mungkin dalam waktu dekat semua kuasa hukum akan klarifikasi," ujar Erwin usai sidang uji materi soal kewenangan menerbitkan SIM di MK, Jakarta, Kamis, 1 Oktober 2015.

Erwin menjelaskan, ketika tanda tangan dibutuhkan dengan cepat, maka sangat dimungkinkan tanda tangan hari ini sedikit berbeda dari tanda tangan kemarin. Dia tak mempermasalahkan ketika MK curiga dengan adanya perbedaan tanda tangan. Namun, ketika MK menyatakan palsu, Erwin menilai sikap MK berlebihan.

Kapolda: Polisi yang Jadi Calo SIM Diperiksa Propam

Menurut dia, seharusnya MK yang menverifikasi sendiri soal keaslian tanda tangan kuasa hukum pemohon. Lalu, MK juga seharusnya menverifikasi tanda tangan sejak proses awal. Tapi kroscek pembubuhan tanda tangan kuasa hukum tersebut tidak dilakukan sejak awal tapi malah dilakukan pada sidang hari ini.

"Dan meminta Kepolisian untuk ikut serta (memverifikasi keaslian tandatangan kuasa hukum), dimana Kepolisian punya konflik kepentingan," ujar Erwin.

Dapat SIM Gratis, Pendapatan Keluarga Miskin Diharapkan Naik

Erwin mengaku kecewa ketika Majelis Hakim mempertanyakan persoalan formalitas. Sebabnya, persoalan formalitas bisa berimplikasi pada substansi persidangan. Menurut dia, baru kali ini dalam sejarah, MK lebih intimidatif menekankan pada hal formalitas dalam sebuah perkara konstitusional.

Jika memang pada aspek formalitas ada permasalahan dan bisa menggagalkan proses konstitusional, maka Ia menilai hal ini sebagai titik mundur bagi MK.

Sebelumnya Ketua MK Arief Hidayat meminta Polri untuk mengecek keaslian tanda tangan pemohon. Majelis meminta Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari kuasa hukum pemohon khususnya yang membubuhkan tanda tangan untuk diserahkan ke panitera MK untuk dicek.

"Polri sebagai pihak terkait dalam kasus kita minta klarifikasi dan identifikasi tanda tangan, Polri betul-betul bisa independen. Artinya keterangan itu kalau memang tanda tangannya otentik, katakan otentik. Kalau tidak, katakan tidak otentik. Karena bisa berakibat kalau ini palsu maka permohonan ini gugur," ujar Arief.

Ia menambahkan, putusan pemalsuan tanda tangan ini bisa dikatakan pidana. Tapi karena ini bukan delik aduan, maka ia mempersilakan Polri yang menangani persoalan ini.

Ia pun meminta Polri independen dalam mengusut hal ini. Sebab menurutnya, kredibilitas Polri juga dipertaruhkan. Ia meminta paling lambat pada sidang yang akan datang, identifikasi tanda tangan tersebut bisa diputuskan keasliannya. Sebab hal ini berhubungan erat dengan kelanjutan uji materi ini.

"Ini untuk menjaga kewibawaan mahkamah. Kalau ada permohonan dengan tanda tangan palsu, itu melecehkan mahkamah. Para hakim sepakat harus kita jaga bersama kewibawaan mahkamah. Karena itu saya minta pada Polri meskipun sebagai pihak terkait yang berkenaan dengan permohonan ini, saya mohon Polri tetap independen," ujar Arief.

Laporan: Lilis Khalisotussurur

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya