Forest Watch Pesimis Kabut Asap Tak Terjadi Lagi Tahun Depan

Sumber :
  • ANTARA/FB Anggoro

VIVA.co.id - Perwakilan dari Forest Watch Indonesia, Togu Manurung mengatakan tahun depan Indonesia besar kemungkinan masih akan berhadapan dengan kabut asap. Menurut Togu, akar masalah dalam isu di antaranya adalah  pengelolaan sumber daya hutan yang buruk.

Kebakaran di Portugal, Nasib WNI Terus Dipantau

"Praktik itu juga dilakukan oleh masyarakat sendiri, sudah menjadi kultur dengan budaya tebang pindah," ujar dia dalam diskusi di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa, 13 Oktober 2015.

Selain itu pemerintah dinilai cukup abai terkait penjagaan hutan. Togu mengatakan Indonesia pernah masuk dalam negara deforestasi terbesar, kondisi itu diperparah dengan penegakan aturan yang tidak tegas.

Kebakaran Besar Melanda Portugal

"Lalu masyarakat banyak pelaku dan keadaan itu diperparah oleh UU Lingkungan Hidup yang memperbolehkan pembakaran dua hektare oleh masyarakat," tuturnya.

Dia menilai praktik UU tersebut malah semakin memperparah keadaan.

Mengapa Praktik Bakar Hutan Berulang Lagi?

"Bayangkan jika seribu orang saja dengan mudahnya membakar hutan dengan berpegangan UU tersebut?" kata Togu.

Dia mengaku pesimis kabut asap akan lenyap pada tahun depan. Togu mengatakan momen saat ini yaitu ulang tahun kebakaran hutan dan lahan, sebab peristiwa ini hampir terjadi tiap tahun.

"Ini lebih seperti ulang tahun kebakaran hutan, karena hal itu tiap tahun terjadi dan cerita serta tempatnya sama saja," kata dia.

Penanganan kabut asap

Sementara Kasubdit Pemadaman dan Penanganan Dampak Pasca Kebakaran Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sunarno, memaparkan upaya dan perkembangan pemadaman kebakaran hutan di Sumatera.

Menurutnya salah satu faktor maraknya kebakaran lahan adalah dari perilaku masyarakat yang membuka lahan secara ilegal.

"Sebagian masyarakat berusaha buka lahan atau ilegal logging dan menghapus barang bukti dengan cara dibakar," ujarnya di tempat yang sama.

Faktor iklim yaitu El Nino, kata Sunarno, juga turut memperparah keadaan karena membuat musim kering menjadi lama. Sunarno juga menjelaskan sulitnya mengatasi kebakaran lahan gambut. Karakter gambut jika terbakar maka susah untuk dipadamkan.

"Gambut jika terbakar asap tebal tapi api sedikit, efek gas lebih besar," tutur dia.

Dia membandingkan dengan kondisi kebakaran lahan di Jawa Tengah beberapa waktu lalu mudah dipadamkan. Sebab lahan di Jateng adalah tanah mineral yang mana letak api ada di permukaan.

"Kami atasi dua hari, padam," katanya.

Perbandingan lain, yaitu kebakaran di Austria yang mana terjadi dalam lahan tanah mineral dan batuan, sehingga tidak sesulit di Indonesia.

Saat ini status tanggap darurat kebakaran hutan ditetapkan di Jambi dan Kalimantan Tengah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah mengerahkan Heli Kamov dengan kapasitas air 4 ribu liter, helikopter Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan kapasitas air 3 ribu liter. Sedangkan operasi udara saat ini dilaporkan kadang terhambat oleh persediaan air yang menipis.

Laporan: Danar Dono

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya