- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id - Kementerian Pertahanan melempar wacana program bela negara bagi warga negara yang berusia di bawah 50 tahun. Saat ini, sudah dibentuk 4.500 kader Pembina Bela Negara yang berasal dari 45 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Targetnya, akan ada 100 juta rakyat yang akan ikut dalam program ini.
Koalisi Masyarakat Sipil yang diwakili oleh Imparsial, KontraS, Elsam, LBH Jakarta, YLBHI, LBH Pers dan Indonesia Tanpa Militerisme menilai, bahwa pendidikan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme sebaiknya dilakukan Kementerian Pendidikan dengan memaksimalkan pendidikan kewarganegaraan dan program ekstrakulikuler di institusi pendidikan.
"Program bela negara itu sebagaimana diungkapkan Menteri Pertahanan kurang tepat. Bela negara jangan dimaknai bentuk militerisasi sipil, tapi bentuk partisipasi masyarakat dalam membangun rasa nasionalisme bangsanya dengan beragam cara," kata Direktur Program Imparsial, Al A'raf di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta, Kamis, 15 Oktober 2015.
Menurut Al A'raf, implementasi rasa nasionalisme seharusnya tidak dimaknai secara sempit, berupa militerisasi sipil melalui pendidikan dan pelatihan dasar kemiliteran. Bela negara dalam konteks kekinian, harus dipandang secara luas dan dimaknai sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam membangun bangsa yang lebih maju dan demokratis.
"Misal orang atau kelompok yang vokal berjuang untuk pemberantasan korupsi kan juga wujud bela negara. Pejuang lingkungan, pejuang HAM dan lain sebagainya itu juga wujud bela negara bentuk dari partisipasi masyarakat yang ikut ambil bagian membangun bangsanya dengan banyak cara," ujarnya menjelaskan.
Al A'raf menambahkan, dengan dimasukkannya bela negara yang bertujuan membangun rasa nasionalisme dalam sistem pendidikan, maka itu jelas tidak akan menjadi beban baru bagi anggaran negara khususnya anggaran pertahanan. Alasannya, Kementerian Pertahanan dan TNI saat ini masih kekurangan anggaran pengadaan alutsista maupun kesejahteraan prajurit.
"Untuk alutsista saja Indonesia kekurangan anggaran. Program minimum essential force Indonesia saja baru akan selesai 2024 mendatang. Jika dipaksakan program bela negara dengan target 100 juta warga negara bisa jadi beban baru bagi negara, khususnya anggaran pertahanan."
(mus)