Bung Hatta Pernah Dikencingi Guntur Sukarnoputra

Bung Hatta
Sumber :
VIVA.co.id - Guntur Sukarnoputra ialah satu dari sedikit saksi hidup Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Putra sulung Sukarno itu bahkan menyertai ayahnya dan Mohammad Hatta serta sejumlah tokoh pergerakan dalam mempersiapkan Proklamasi.
Risma Raih Bung Hatta Award

Tapi Guntur masih bayi kala itu, baru berusia sembilan bulan. Bung Karno maupun istrinya, Fatmawati, beberapa kali membawa Guntur dalam rapat-rapat atau pertemuan persiapan kemerdekaan Indonesia dari Jepang.
Kisah Pilu Bung Hatta dan Sepatu Impiannya

Guntur bahkan turut bersama ayah dan ibunya serta Bung Hatta saat mereka diculik (sebenarnya lebih tepat disebut dievakuasi) oleh Soekarni dan para pemuda ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, pada 16 Agustus 1945, sehari sebelum Proklamasi.
Cerita Perjuangan TikTokers Sasya Livisya, Sering Dapat Hate Comment karena Penampilannya

Soekarni dan kawan-kawan mendesak Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia hari itu juga. Para pemuda beralasan, Jepang sudah menyerah pada Sekutu, dan saat itu adalah waktu paling tepat mengumumkan kemerdekaan. Kalau tidak, Belanda akan kembali ke Indonesia dan memupus cita-cita merdeka.

Para pemuda bahkan mengancam Dwitunggal dengan mengatakan bahwa kalau mereka menolak, revolusi akan pecah, terjadi pertumpahan darah, rakyat akan menyerang basis-basis militer Jepang.

Bung Karno dan Bung Hatta menolak tuntutan para pemuda dan mengabaikan ancaman revolusi itu. Bagi Bung Karno dan Bung Hatta, ancaman pemuda itu hanya omong-kosong. Andai revolusi jadi dilaksanakan, tindakan itu justru akan menggagalkan rencana Proklamasi, yang sudah dirumuskan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Kata Bung Hatta, Jepang memang sudah menyerah pada Sekutu, tapi kekuatan militernya masih utuh di Indonesia. Kalau rakyat nekat mengadakan revolusi yang berarti mobilisasi besar-besaran massa, gerakan itu dipastikan dapat dengan mudah ditumpas oleh militer Jepang. Mati konyol. Kemerdekaan sirna.

Para pemuda berkukuh bahwa revolusi tak dapat ditawar-tawar lagi. Dikisahkan Bung Hatta dalam autobiografinya yang berjudul Menuju Gerbang Kemerdekaan, Soekarni sesumbar mengatakan bahwa pagi itu rakyat sudah bergerak di daerah-daerah, terutama di Jakarta. Rakyat telah mendekati pos-pos militer Jepang di Jawa dan siap menangkapi mereka.

Tapi Bung Karno dan Bung Hatta menyadari betul bahwa ultimatum Soekarni itu isapan jempol belaka. Dwitunggal tak melihat atau merasakan tanda-tanda pergerakan massa, meski kala itu mereka ditawan dan berada di sebuah rumah di Rengasdengklok, yang jauh dari Jakarta.

“Sudah lebih dari dua jam kami beristirahat di rumah itu, belum juga kelihatan terjadi apa-apa. Kerja kami tak lain dari mengasuh dan memangku Guntur (Guntur Sukarnoputra), berganti-ganti,” kata Bung Hatta, dikutip dari jilid ketiga autobiografi itu.

Bung Hatta malahan panik akibat ulah bayi Guntur, bukan karena ancaman revolusi yang diperkirakan berakhir dengan pertumpahan darah. Saat itu dia mendapat giliran mengasuh Guntur yang mulai rewel ingin minum susu tapi susu kaleng yang sudah disiapkan sebelumnya ternyata lupa dibawa.

“Selagi ia duduk di pangkuanku,” Bung Hatta mengisahkan, “Guntur kencing dan celanaku dibasahi dekat lutut. Sungguh pun ia cepat-cepat kuturunkan ke lantai, kecelakaan sudah terjadi.”

Bung Hatta tak dapat bersalin celana karena dia tak membawa pakaian ganti dari Jakarta. Kemenakannya sebetulnya sudah menyiapkan beberapa potong pakaian untuk dibawa Bung Hatta ke Rengasdengklok. Tapi Bung Hatta menolak karena dia berpikir bakal tak lama meninggalkan Jakarta. Pikir Bung Hatta, paling lambat sore sudah pulang ke Jakarta.

“Maka, celana yang basah sebagian itu terpaksa kupakai terus sampai kering dengan sendirinya,” Bung Hatta mengenang. Namun konsekuensinya adalah Bung Hatta tak dapat menunaikan salat zuhur, asar, dan magrib dengan celana kotor akibat dikencingi Guntur itu.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya