Harus Sampai Kapan Asap Berakhir?

Sumber :
  • ANTARA/FB Anggoro

VIVA.co.id - Lebih dari tiga bulan bencana asap memayungi Sumatera dan Kalimantan. Sampai kini belum menunjukkan tanda-tanda membaik.

Puluhan juta warga sudah terdampak. Tiga bayi, satu bocah 9 tahun dan satu orang dewasa sudah menjadi korban keganasan asap.

Meski kini sejumlah negara asing dan ribuan personel TNI sudah diterjunkan untuk membantu pemadaman, namun nahas, asap tetap merajalela.

Mengapa Praktik Bakar Hutan Berulang Lagi?

[Baca Juga: ]

Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menuding bahwa pemerintah Indonesia tak serius menangani bencana kabut asap.

Terbukti, bencana yang telah 18 tahun berulang tersebut tetap tak bisa tertangani hingga kini. Korban pun terus berjatuhan.

"Pencegahan dari dampak dan jatuhnya korban ini bisa diantisipasi pemerintah sejak awal. Tapi pemerintah cenderung melakukan pembiaran atas dampak asap," kata Pius Ginting, aktivis Walhi.

[Baca Juga: ]

Bencana asap di Indonesia tahun ini dinilai terparah dari tahun-tahun sebelumnya. Salah satu indikasi yang paling nyata adalah melonjaknya emisi yang muncul akibat kabut asap.

Riset yang dilakukan World Resources Institute sepertio dikutip dalam LA Times, menunjukkan bahwa sejak September emisi karbondioksida akibat kebakaran lahan gambut Indonesia sudah melampaui rata-rata karbondioksida yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat.

[Baca Juga: ]

Jelas ini sangat membahayakan dan mengancam Indonesia di mata negara lain jika tak kunjung melakukan perbaikan atas bencana ini.

Baru Akan Evakuasi

Satelit Lapan Deteksi 232 Hotspot Jelang Puncak Kemarau

Sejauh ini, Indonesia memang kewalahan menangani benacan kabut asap. Ribuan personel TNI dan sejumlah negara asing yang sudah ikut membantu tetap tak memberikan hasil menggembirakan.

Jutaan anak-anak, lansia, ibu hamil dan warga lainnya mulai terancam dalam kondisi mengkhawatirkan.

[Baca Juga: ]

“Kami kemungkinan (evakuasi) menggunakan kapal perang milik TNI atau kapal Pelni selama satu bulan atau lima minggu ke depan untuk ditempati masyarakat. Setidaknya sampai kondisi membaik,” kata Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Laut Luhut Binsar Pandjaitan.

Lambannya respons pemerintah tersebut kini terus menuai kecaman dari banyak pihak. Tak ketinggalan salah satunya yang disampaikan oleh Aurelien Francis Brule, Direktur Kalaweit.

Jelang Puncak Kemarau,Titik Api di Sumatera Meningkat

[Baca Juga: ]

Pria kelahiran Perancis yang sudah 17 tahun menetap di hutan Kalimantan tersebut pun ikut menyuarakan kemarahannya kepada Presiden Jokowi.

"Saya marah karena semua penderitaan ini akibat industri sawit. Pelan-pelan kesehatan kami dicuri oleh oknum yang menimbulkan situasi (Kebakaran hutan," kata pria yang akrab disapa Chanee tersebut.

Sawit Bermunculan

Belakangan, sebuah fakta mengejutkan muncul di publik. Upaya mati-matian TNI dan warga melawan api dan asap ternyata berbuah sesuatu yang buruk.

Di Kalimantan, hamparan kebun sawit baru justru bermunculan di tengah lahan yang baru saja dipadamkan.



Tak diketahui milik siapa sawit tersebut. Namun jelas ini menjadi bukti bahwa pembakaran hutan memang disengaja. Salah satunya adalah untuk mendapatkan lahan tanam baru dengan harga murah.

[Baca Juga: ]

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho pun ikut menyampaikan kegeramannya. "Bagaimana ditembak di tempat bagi para pembakar?" katanya.



Lantas, sampai kapan kabut asap ini harus berakhir?


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya