Menyusuri Bahaya Sungai Batanghari di Tengah Kabut

Bencana kabut asap di Sumatera dan Kalimantan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
VIVA.co.id
Riau Kembali Alami Musim Kemarau
- Kabut asap masih menerpa Jambi, namun roda kehidupan harus tetap berjalan. Ahmad Yani tetap sabar menawarkan jasa
ketek
Indonesia Targetkan 2 Juta Hektare Gambut Dipulihkan
wisata di Sungai Batanghari demi menghidupi tiga anaknya, meski dengan risiko kecelakaan tinggi karena jarak pandang yang pendek.
Jokowi Bentuk Badan Restorasi Gambut

Tak hanya itu, pendapatannya turun drastis akibat kabut asap. Aktifitas pelesir warga ke Sungai Batanghari atau akrab disebut kawasan Ancol sangat berkurang.

"Sebelum kabut asap, selalu ada penumpang yang mau diantar ke Gentala Arasy, rumah rakit, Candi Muarojambi, dan kadang seharian memancing," katanya kepada VIVA.co.id, Minggu 25 Oktober 2015.


Dengan paparan kabut asap di sungai, jangankan masyarakat mau wisata menggunakan
ketek
, dia saja kadang takut untuk membawa
ketek
di tengah kabut asap. "Ketika kabut asap sangat tebal, jarak pandang sangat pendek. Bisa-bisa kami sesama penambang
ketek
tabrakan," katanya.


Dari pengalaman, para penambang
ketek
sungai Batanghari sudah mempunyai strategi agar kecelakaan tidak terjadi. "Biasanya kami mengurangi kecepatan. Sesekali mempertajam pendengaran, apakah ada
ketek
lain di depan sana," katanya.


Bukan mengenyampingkan bahaya pekerjaan di tengah kabut asap, kebutuhan yang membuatnya harus tetap bertahan hidup. Ia mengaku pusing kepala penghasilannya turun drastis.


"Kalau tidak ada penumpang, bagaimana kami bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari," ungkapnya.


Meski jarang ada pengunjung Ancol yang ingin menggunakan jasa ketek, Ahmad selalu berupaya menawarkan jasa dengan ramah kepada setiap pengunjung. "Mau nyeberang ke Gentala Arasy, atau mau nengok rumah rakit?" tanya Ahmad Yani kepada pengunjung Ancol yang sedang menikmati jagung bakar di pinggir sungai.


Meski ditolak, Ahmad tidak kecewa. Ia tetap menunggu dan berharap siapa tahu ada pengunjung yang mau menggunakan jasanya. "Beginilah setiap hari. Sedikit sekali yang mau menggunakan jasa ketek kami," keluhnya.


Untuk jasanya, Ahmad mengenakan tarif bervariasi kepada pelanggannya. Untuk berkunjung ke Gentala Arasy Rp20 ribu, ke rumah rakit Rp30 ribu, ke Candi Muarojambi Rp350 ribu, dan untuk mancing seharian cukup dengan Rp250 ribu.


Dengan kondisi saat ini, Ahmad tidak mau menyerah. Ia bertekad akan terus berjuang dengan pekerjaannya saat ini. Ahmad dan rekan-rekannya berharap kepada pemerintah untuk bisa segera mengatasi kebakaran lahan. Sehingga, kabut asap ini bisa segera hilang, dan masyarakat bisa kembali menikmati udara segar dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bisa pulih. (one)






Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya