Kapolri Mengaku Anak Buahnya 'Lalai' soal Kasus Risma

Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
VIVA.co.id - Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Badrodin Haiti, mengakui anak buahnya lalai dalam memproses hukum perkara Pasar Turi di Surabaya yang melibatkan sang mantan Wali Kota, Tri Rismaharini.
Risma: Jerman Sumbang Rp1,5 Triliun untuk Bangun Trem

Badrodin menjelaskan, penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur teledor sehingga terlambat mengirimkan Surat Perintah Dimulai Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan Tinggi setempat. Perkara Pasar Turi diketahui dilaporkan pada Mei 2015 dan Risma sebagai Terlapor. Penyidik pun memeriksa sejumlah orang sebagai saksi, termasuk Risma.
Ahok Sewot Jakarta Disebut Berantakan Dibanding Surabaya

Penyidik Polda kemudian melakukan gelar perkara pada 25 September 2015. Hasilnya, penyidik menyimpulkan bahwa kasus itu tidak memenuhi unsur tindak pidana sehingga harus dihentikan.
Siswa SD Menangis Agar Risma Tak Jadi Calon Gubernur Jakarta

Letak masalahnya adalah Kejaksaan saat itu belum menerima SPDP dari Polda meski Polisi sudah melakukan gelar perkara. Kejaksaan bahkan belum mengetahui bahwa Polisi telah menyimpulkan tak ada unsur pidana, dan karenanya segera diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) alias perkara Pasar Turi tak dapat lagi diteruskan.

Polda baru mengirimkan SPDP kepada Kejaksaan pada 29 September 2015, padahal di masa itu Polisi sudah bersiap menerbitkan SP3. Masalah lagi, SP3 pun terlambat dikirim kepada Kejaksaan, sehingga Risma ditetapkan sebagai tersangka.

Kelalaian dan keterlambatan itu, kata Kapolri, karena alasan teknis akibat pergantian Direktur Kriminal Umum Polda Jawa Timur. 

“Setelah (setelah gelar perkara) itu harusnya di-SP3. Tapi pada 22 September (2015) itu, Dirkrimum (Direktur Kriminal Umum Polda Jawa Timur) itu sudah pindah atau dimutasi. Nah, yang baru (pejabat baru) belum datang, karena masih naik haji, sehingga (SP3) ini terlambat (dikirim),” kata Kapolri di Jakarta pada Senin, 26 Oktober 2015.

Dia mengaku telah berkoordinasi dengan anak buahnya untuk meminta keterangan yang pasti. Saat memeriksa SPDP kasus itu, tidak disebutkan status Risma sebagai tersangka.

“Saya panggil semua penyidiknya, Kapolda-nya, saya cek. Saya minta mana copy (salinan) SPDP yang Bu Risma. Memang betul tidak disebutkan (tersangka) di sana (SPDP),” ujarnya.

Kasus itu bermula dari peristiwa Pasar Turi yang kebakaran pada tahun 2007. Pemerintah Kota Surabaya dan pengembang setempat lantas mengadakan perjanjian untuk memastikan pedagang akan ditampung di tempat sementara, sembari menunggu Pasar Turi dibangun. Setelah Pasar Turi dibangun, Pemerintah Kota menganggap pembangunan belum selesai. Pedagang juga mengeluh soal tingginya biaya sewa.

“Karena itu Pemkot tidak mau memindahkan ini (pedagang) ke pasar yang sudah jadi. Inilah yang dibuatkan laporan ke Kepolisian oleh pengembang,” kata Badrodin. Pengembang yang merasa dirugikan karena pedagang tak menempati Pasar Turi, akhirnya melapor ke Polisi. (ren)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya