Berbau Transaksional, Mutasi Jaksa Dipertanyakan

Pendidikan Jaksa Se-Indonesia
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Sistem rotasi maupun mutasi jenjang karier di institusi Kejaksaan tengah disoroti publik. Diduga banyak faktor penyebab munculnya masalah dalam promosi jabatan seorang jaksa baik di tingkat struktural dan fungsional.

Kejagung Setop Penanganan Kasus Pajak

Pakar Hukum Tata Negara Amril Sihombing menilai, tertutupnya informasi mekanisme penilaian dan seleksi jaksa di Kejaksaan Agung, menjadi salah satu faktor yang dipertanyakan. "Contoh saja promosi Jaksa KPK Yudi Kristiana, lalu eks Kajari Pontianak, promosi Direktur Penyidikan Pidsus Maruli Hutagalung, lalu yang terbaru persaingan merebut kursi Kepala Kejati DKI Jakarta,” kata Amril, Sabtu, 21 November 2015.

Menurutnya, sesuai perundang-undangan, baik promosi dan mutasi jaksa harus dilihat dari track record yang bersangkutan secara kualitas dan kuantitasnya. Sangat disayangkan, jika ada oknum jaksa yang tidak berprestasi dan diduga terlibat suatu pidana justru dipromosikan.

Kejagung: Proses Hukum Mati Titus Sudah Benar

“Meski sudah ada aturan maupun standar operasional prosedur yang berlaku, sepertinya bidang Pembinaan Kejaksaan Agung tidak mengimplementasikan apa yang sudah ada dalam aturan tersebut. Wajah penegakan hukum di Indonesia makin tercoreng, sekaligus tak sesuai Nawacita Jokowi," ujarnya menambahkan.

Ia menjelaskan, proses mutasi ataupun promosi seorang jaksa harus berdasarkan kompetensi dan berbasis kinerja yang profesional. Maka penempatan itu harus dilakukan dengan melihat masa bakti kerja para jaksa itu sendiri untuk dirolling. Selain itu, untuk seleksi tak masalah, asal tepat sasaran dan bukan asal penempatan.

Dua Jaksa Ditangkap KPK, Kejagung Tingkatkan Pengawasan

“Jika sistem promosi mutasi berjalan profesional, maka jaksa akan memiliki motivasi untuk bekerja secara profesional dan berintegritas," ujarnya.

Mengenai isu terjadinya transaksional dalam mutasi para jabatan yang beredar di tengah masyarakat, Amril menyatakan jika benar demikian maka Jaksa Agung Pembinaan melanggar PER-067/A/JA/07/2007. “Perja itu terdiri dari 14 kewajiban dan 8 larangan. Salah satu kewajiban Jaksa butir huruf (a). Mentaati kaidah hukum, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku. Larangan bagi Jaksa butir huruf (a). Menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain. Sedangkan, butir huruf (f) dilarang bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun,” katanya.

“Selain itu juga Jambin (Jaksa Agung Muda Pembinaan) bisa melanggar dokrin Tri Krama Adhyaksa yaitu Satya Adhi Wicaksana dan Ketentuan 7 Tertib. Bila itu dilakukan maka sebagai pimpinan tidak menunjukan kepada bawahannya, sebab kebijaksanaan pimpinan itu merupakan panutan bagi jajarannya. Hal ini justru  menjadikan para jaksa tidak semangat kerja. Kompetisi karir sudah tidak sehat jadinya."

Anggota Komisi III DPR RI, Masinton Pasaribu pun turut angkat bicara. Dia mendesak Kejaksaan Agung mengevaluasi kondisi ini. Sebab, mutasi dan promosi harus dilakukan kepada jaksa yang memiliki wawasan ilmu pengetahuan. 

Sebab, ke depan kita akan menghadapi persoalan hukum yang sangat luar biasa. Baik itu hukum nasional, maupun internasional. Bila perlu ada kajian, mulai dari penelitian administrasi, integritas dan SOP yang profesional. Jambin harus bertanggungjawab dalam posisi saat ini,” kata Masinton.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya